FETP Indonesia

Manual Epidemilogi Lapangan CDC

Manual Epidemilogi Lapangan CDC

Halaman ini adalah terjemahan dalam bahasa indonesia dari Epidemic Intelligence Service CDC

Lihat Versi Asli
Unduh Bab 9

Bab 9: Mengoptimalkan Epidemiologi—Kolaborasi Laboratorium

M. Shannon Keckler, Reynolds M. Salerno, dan Michael W. Shaw

Sans laboratoires les savants sont des soldats sans armes. Tanpa laboratorium, ilmuwan adalah tentara tanpa senjata.

—Louis Pasteur (1923)

Alexander Langmuir yang dikutip pada awal 1960-an menginstruksikan kepada petugas Epidemic Intelligence Service (EIS) yang baru masuk bahwa satu-satunya kebutuhan laboratorium dalam investigasi KLB adalah untuk "membuktikan kesimpulan mereka benar."

—Walter R. Dowdle (2011)

PENDAHULUAN

Meskipun kutipan yang diambil secara sendiri-sendiri tersebut membuat Louis Pasteur dan Alexander Langmuir seolah memiliki gagasan yang berlawanan tentang peran laboratorium dalam investigasi KLB, masing-masing kutipan ini memiliki kesahihan. Pada akhir abad kesembilan belas, data laboratorium Pasteur yang mendukung "teori kuman" penyakit tidak hanya mengarah pada pasteurisasi dan vaksinasi (1), tetapi juga memberikan bukti yang menggoyahkan pendapat para pengamat ilmiah untuk menerima teori bahwa mikroorganisme adalah penyebab penyakit. Pergeseran dalam fokus ilmiah ini menjelaskan karya Dr. James Lind, Dr. Ignaz Semmelweiss, dan Dr. John Snow yang saat itu relatif tidak dikenal, yang peta dan statistiknya secara elegan memperkenalkan epidemiologi sebagai ilmu. Hampir satu abad kemudian, yaitu pada saat Dr. Langmuir memberikan komentarnya (2), tim investigasi lapangan, yang hanya dipersenjatai dengan alat epidemiologi, tiba di Pontiac, Michigan, dan menentukan rantai infeksi dalam KLB sumber titik yang terkait dengan agen mikroba yang tidak diketahui yang tumbuh di reservoir baru dengan cara penularan baru (3). Yang penting dari kejadian ini adalah hasil epidemiologi digunakan untuk menghentikan KLB demam Pontiac, 8 tahun sebelum laboratorium Pusat Pengendalian Penyakit (kemudian disebut Centers for Disease Control and Prevention, [CDC]) mengidentifikasi Legionella spp. sebagai agen penyebab (4). Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa membandingkan kepentingan relatif epidemiologi dan ilmu laboratorium dengan investigasi lapangan mirip dengan perdebatan kuno tentang apakah ayam atau telur lebih dulu. Perdebatan ini hanya berputar-putar dan mengaburkan kebenaran yang lebih mendasar. Apa yang diyakini oleh Pasteur dan Langmuir, dan apa yang telah ditunjukkan oleh sejarah, adalah bahwa ahli epidemiologi maupun ilmuwan laboratorium dapat membuat penemuan independen yang memiliki dampak ilmiah bermakna, tetapi kolaborasi lintas disiplin akan memiliki efek sinergis dan menghasilkan data kesehatan-masyarakat yang lebih kuat daripada salah satu disiplin ilmu saja (2).

PERAN MODERN LABORATORIUM KESEHATAN-MASYARAKAT DALAM INVESTIGASI LAPANGAN

Selama awal 1980-an, perkembangan revolusioner di bidang biologi molekuler dan ilmu komputer mulai tercermin dalam kemajuan teknologi ilmu laboratorium. Hasilnya, para peneliti sekarang dapat menyelesaikan pengumpulan sampel, penerimaan dan pelacakan sampel elektronik, pemrosesan sampel, diagnostik pasien, identifikasi dan kuantifikasi kimia, identifikasi mikroba, dan pengujian kerentanan antimikroba dengan lebih cepat, aman, dan akurat daripada sebelumnya. Teknologi laboratorium, termasuk pengurutan seluruh genome (whole genome sequencing, WGS), bioinformatika, dan teknologi lain yang terkait dengan deteksi molekuler canggih, terus berkembang dengan kecepatan yang fenomenal.

Karena teknologi laboratorium telah berkembang dari waktu ke waktu, peran laboratorium dalam investigasi lapangan juga berkembang. Selain peran tradisional dalam menyediakan informasi mengenai agen penyebab dan identifikasi sumber titik dan konfirmasi kasus, manfaat hasil laboratorium saat ini  meningkat untuk menginformasikan semua aspek investigasi KLB. Tujuan investigasi lapangan penting yang memasukkan informasi data laboratorium meliputi:

  • Identifikasi dan karakterisasi agen etiologi (5,6).
  • Penentuan dan deteksi kasus (7,8).
  • Identifikasi sumber titik (9).
  • Panduan perawatan klinis dan manajemen kasus (10-12).
  • Analisis akar penyebab dan desain intervensi (13).
  • Pengendalian KLB (14–16).
  • Definisi Rantai Infeksi (17,18).

Meningkatkan pemahaman multidisiplin tentang kebutuhan dan persyaratan epidemiologi, serta cara terbaik untuk memanfaatkan kemampuan laboratorium diagnostik tingkat lanjut, akan terus memperkuat kinerja tim investigasi KLB di masa depan.

TUJUAN BAB INI

Bab ini memberikan panduan umum dan rekomendasi untuk tim investigasi lapangan. Meskipun fokus utama bab ini adalah KLB penyakit menular, informasi terkait laboratorium untuk exposure non-biologis juga disertakan. Instruksi ini, meskipun tidak harus bersifat universal, dimaksudkan untuk membantu tim mempertimbangkan cara mengintegrasikan keahlian dan kapasitas laboratorium lokal, negara bagian, regional, nasional, dan internasional selama proses investigasi KLB. Tautan sumber daya daring untuk tugas terkait laboratorium tertentu yang terlibat dalam investigasi lapangan disertakan untuk memberikan akses ke informasi terbaru.

LIMA LANGKAH MENUJU KOLABORASI EPIDEMIOLOGI–LABORATORIUM YANG EFEKTIF

Rekomendasi ini mewakili skenario kasus terbaik. Penyesuaian terhadap rencana terkait laboratorium sering kali diperlukan karena keterbatasan sumber daya atau waktu, keadaan darurat, dan pertimbangan lokal. Pertimbangan lokal dapat mencakup kebijakan, peraturan, lingkungan, iklim, budaya, infrastruktur, dan sosial ekonomi. Dalam banyak kasus, tim investigasi lapangan perlu menggunakan penilaian untuk menyesuaikan rekomendasi ini dengan keadaan lokal yang unik, tetapi hanya setelah mempertimbangkan dengan cermat dampaknya terhadap keselamatan, perawatan/pengobatan pasien, dan pengendalian KLB. Analisis ini harus melibatkan kolaborasi dengan ahli epidemiologi lapangan, ahli laboratorium, dan pemangku kepentingan lokal.

Langkah 1. Libatkan Laboratorium Sejak Awal dan Sering

Karena teknologi baru secara rutin ditambahkan ke kumpulan uji laboratorium yang tersedia, daftar uji tersebut tidak praktis. Katalog pengujian yang berkembang ini berarti bahwa jenis sampel yang optimal juga dapat berubah, sehingga menentukan perubahan dalam protokol pengumpulan. Oleh karena itu, sangat penting bagi peneliti KLB untuk menghubungi laboratorium terkait sesegera mungkin, sebaiknya sebelum ditempatkan di lokasi investigasi lapangan. Departemen kesehatan setempat, departemen kesehatan-masyarakat negara bagian, dan laboratorium yang dikontrak dapat melakukan beberapa pengujian, sedangkan ahli dan laboratorium CDC dapat mendukung investigasi sesuai kebutuhan melalui konsultasi, pengujian, dan kolaborasi.

Jenis kegiatan laboratorium umum yang dilakukan oleh CDC meliputi:

  • Investigasi KLB.
  • Tanggap darurat.
  • Studi kesehatan penduduk.
  • Peningkatan kualitas laboratorium.
  • Deteksi dan karakterisasi patogen berbasis kultur.
  • Deteksi dan karakterisasi patogen berbasis molekuler.
  • Deteksi patogen dengan konsekuensi tinggi.
  • Studi genetik.
  • Biomonitoring.
  • Pengembangan vaksin.
  • Penemuan patogen.
  • Skrining bayi baru lahir.
  • Kesehatan kerja.
  • Uji exposure bahan kimia.
  • Penilaian exposure lingkungan.

Seorang profesional kesehatan-masyarakat yang melakukan investigasi KLB harus menggunakan daftar periksa berikut untuk meningkatkan efektivitas komunikasi awal ini dengan laboratorium yang menerima sampel. Komunikasi awal ini sangat penting dalam KLB dengan etiologi yang tidak diketahui untuk memastikan bahwa sampel dikumpulkan dengan cara yang memungkinkan pengujian laboratorium yang cepat untuk berbagai kemungkinan hipotesis etiologi. Penting juga untuk tetap menyadari bahwa hipotesis etiologi berdasarkan tanda dan gejala klinis harus mencakup pertimbangan berbagai faktor (biologis dan a-biologis) (19).

  • Jika investigasi melibatkan patogen yang dicurigai (misalnya, bakteri, virus, parasit, jamur) atau toksin biologis sebagai agen etiologi, maka konsultasikan dengan sumber daya laboratorium lokal dan panduan klinis dan laboratorium yang sesuai (20). Uji dan kontak spesifik patogen untuk sumber daya CDC juga dapat ditemukan di Direktori Uji Laboratorium CDC (https://www.cdc.gov/laboratory/specimen-submission/list.html ).
  • Jika investigasi melibatkan bahan kimia atau radiologi yang dicurigai sebagai agen etiologi atau jika KLB melibatkan penyakit tidak menular atau jika kejadian tersebut mungkin disebabkan oleh terorisme biologis, kimia, atau radiologi, maka hubungi departemen kesehatan-masyarakat setempat atau negara bagian. CDC’s National Center for Environmental Health, Division of Laboratory Services (NCEH-DLS) (https://www.cdc.gov/nceh/dls/) juga dapat menawarkan panduan tentang pilihan untuk pengujian dan data epidemiologi, sumber daya laboratorium lokal, dan sumber daya yang relevan studi (21-25) dan harus memandu pengujian selama investigasi.
  • Konsultasikan deskripsi uji yang relevan untuk agen yang dicurigai dan berkolaborasi dengan laboratorium yang sesuai untuk menentukan uji yang akan dilakukan berdasarkan kebutuhan investigasi lapangan.
  • Menginformasikan laboratorium tujuan sampel sehingga sumber daya dapat diprioritaskan. Berbagai tujuan pengiriman sampel dapat mencakup manajemen perawatan pasien, identifikasi sumber KLB, surveilans, penelitian, penegakan hukum, dan definisi kasus.
  • Kumpulkan informasi tentang waktu penyelesaian uji yang dipilih untuk mengelola ekspektasi selama investigasi lapangan. Beberapa pengujian dapat memakan waktu hingga 2 bulan untuk menghasilkan data.

Pertimbangan Khusus: Pemilihan Uji

Pemilihan uji adalah salah satu tugas terpenting yang harus diselesaikan sedini mungkin dalam investigasi. Sejumlah besar uji tersedia untuk mengidentifikasi dan mencirikan mikroorganisme, dan uji kerentanan serologi dan antimikroba tersedia untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang exposure potensial dan menginformasikan keputusan pengobatan dan pengendalian infeksi. Laboratorium kesehatan-masyarakat lokal, negara bagian, dan federal, serta rumah sakit swasta dan laboratorium kontrak, adalah sumber daya pengujian yang tersedia. Namun, penting bagi peneliti lapangan untuk menanyakan tentang akreditasi atau program manajemen mutu laboratorium untuk memastikan penggunaan sumber daya terbaik untuk setiap investigasi lapangan. Laboratorium CDC dapat melakukan lebih dari 300 uji penyakit menular untuk berbagai macam mikroorganisme. Daftar uji yang tersedia di laboratorium CDC saat ini dapat ditemukan di https://www.cdc.gov/laboratory/specimen-submission/list.html. Daftar ini dapat digunakan untuk memilih uji yang sesuai untuk organisme yang dicurigai selama investigasi lapangan atau untuk menemukan informasi kontak CDC untuk ahli bidang tertentu terkait organisme tertentu.

Tidak semua investigasi lapangan melibatkan mikroorganisme menular. Untuk investigasi sumber tidak menular tersebut, beberapa departemen kesehatan lokal dan negara bagian dan NCEH-DLS melakukan pengujian di penanda penyakit kronis, agen ancaman kimia dan radiologi, bahan kimia lingkungan, skrining bayi baru lahir, dan penanda nutrisi penyakit. NCEH-DLS juga dapat memberi wadah dan protokol pengambilan sampel yang sesuai kepada tim investigasi lapangan untuk meminimalkan kontaminasi sampel dari sumber asing, serta personel untuk membantu tim lapangan. Hubungi NCEH-DLS secara langsung melalui situs web mereka (https://www.cdc.gov/nceh/dls/ ).

Untuk memastikan turnaround sampel uji akurat yang paling cepat, laboratorium memerlukan waktu tenggang untuk memesan pasokan bila ada lonjakan permintaan, mengatur ulang beban kerja, menerapkan atau memodifikasi protokol, dan melatih staf tambahan. Pakar laboratorium juga dapat membantu dengan beberapa aspek yang lebih sulit dalam pemilihan uji. Misalnya, gejala spesifik (misalnya, pneumonia atipikal) dapat dikaitkan dengan exposure berbagai agen etiologi biologis dan a-biologis. Organisme serupa (misalnya, Chlamydia spp.) dapat menyebabkan gejala yang berbeda. Selain itu, beberapa jenis uji tersedia untuk sebagian besar organisme, dan tidak semuanya memberikan hasil yang dapat ditafsirkan dengan cara yang sama (yaitu reverse-transcription polymerase chain reaction [RT-PCR] positif tidak sama dengan kultur positif karena uji RT-PCR ditujukan untuk mengetahui keberadaan asam nukleat sedangkan uji kultur ditujukan untuk mengidentifikasi organisme yang hidup). Penyakit endemik di lokasi investigasi lapangan juga dapat mempengaruhi pengujian organisme tertentu (misalnya, demam berdarah, chikungunya, dan virus Zika), dan beberapa infeksi mungkin memerlukan pengujian di beberapa laboratorium dengan persyaratan pengumpulan dan pengiriman sampel yang berbeda (misalnya, infeksi jamur terkait perawatan kesehatan mungkin memerlukan pengujian oleh laboratorium lingkungan dan laboratorium mikologi). Tempat atau setting (misalnya, rumah sakit), geografi (misalnya, hantavirus Dunia Lama vs. Dunia Baru), penyakit (misalnya, penyakit ulkus genital), keadaan (misalnya, biodefense), pengelompokan agen (misalnya, agen pernapasan), jenis sampel (misalnya darah lengkap), atau tujuan (misalnya, surveilans) dari sampel juga dapat menjadi dasar pemilihan dan bukan sebagai tambahan terhadap organisme yang dicurigai. Terakhir, beberapa uji (terutama uji kimia, radiologi, dan molekuler) sering kali sangat sensitif, dan pemilihan uji harus dilakukan dengan cara yang sangat hati-hati untuk memastikan pengambilan sampel yang tepat.

Pertimbangan Khusus: Uji Klasik Versus Molekuler

Teknologi molekuler canggih yang didukung oleh bioinformatika menyediakan sistem deteksi molekuler baru yang kuat yang memungkinkan lembaga kesehatan-masyarakat untuk melakukan surveilans, mengidentifikasi patogen, mengenali KLB, melacak transmisi patogen, mendeteksi resistansi antimikroba, dan mengidentifikasi cara yang lebih baik untuk mencegah penyakit. Genomik merupakan pusat dari banyak sistem deteksi molekuler yang canggih dan proteomik serta transkriptomik menjadi alat penting bagi kesehatan-masyarakat. Pengujian molekuler sering kali dapat memberikan hasil lebih cepat daripada pengujian berdasarkan mikrobiologi atau serologi/ imunologi berbasis kultur klasik sehingga menjadi alternatif yang menarik selama investigasi lapangan. Berbagai uji ini memainkan peran yang semakin penting dalam kecenderungan umum menuju uji diagnostik yang tidak bergantung pada kultur, karena memiliki keuntungan dalam bentuk pengujian yang cepat dan simultan untuk beberapa patogen dalam satu sampel. Namun, uji klasik tetap penting untuk sepenuhnya mencirikan organisme penyebab penyakit dan respons inang, serta untuk mengidentifikasi patogen baru dan metode baru resistansi antimikroba karena mendeteksi keberadaan DNA/RNA organisme dengan PCR tidak sama dengan mendeteksi organisme yang hidup. Dengan demikian, perencanaan investigasi harus mencakup protokol pengumpulan sampel yang sesuai untuk pengujian yang dianggap paling efektif setelah berkonsultasi dengan laboratorium penerima.

Uji molekuler cepat, seperti Real Time PCR, dapat memberikan hasil yang pasti dalam beberapa jam setelah sampel diterima di laboratorium, tetapi uji ini menggunakan primer dan probe yang dirancang untuk mendeteksi kemungkinan patogen, yang berarti uji ini mungkin melewatkan patogen yang tidak terduga atau baru. Teknologi berdasarkan spektrometri massa (misalnya, matrix-assisted laser desorption ionization–time of flight) juga terbatas dalam hal sinyal dibandingkan dengan pustaka referensi kemungkinan patogen. Sebaliknya, sekuensing asam nukleat yang tidak ditargetkan (misalnya, analisis sekuens mikrobioma) secara teoritis dapat mengidentifikasi semua organisme dalam sampel tetapi menghadirkan tantangan analisis yang tangguh karena sumber daya komputasi yang diperlukan untuk menyaring sinyal yang tidak relevan dari genom inang dan organisme komensal jinak. Bahkan ketika uji molekuler cepat mengidentifikasi patogen, karakterisasi tambahan menggunakan protokol klasik sering kali diperlukan untuk menyajikan gambaran lengkap tentang situasi epidemiologi. Misalnya, Real time PCR mungkin mengidentifikasi patogen penyebab dalam KLB meningitis sebagai Neisseria meningitides, tetapi gambarannya tidak akan lengkap tanpa juga menentukan serotipe yang memerlukan teknik kultur klasik dalam identifikasinya

Penting untuk memutuskan uji yang akan dilakukan pada sampel sebelum memulai investigasi. Jenis sampel yang sesuai untuk uji diagnostik kultur-independen, yang berfokus pada genotipe (metode sekuensing atau PCR) atau karakteristik fisik (spektroskopi massa) organisme, dapat berbeda dari jenis sampel yang diperlukan untuk metode kultur klasik, yang berfokus pada fenotipe organisme melalui metode seperti serotipe dan uji kerentanan antimikroba. Protokol untuk uji diagnostik kultur-independen sering menghancurkan sampel pada saat dilakukan estraksi asam nukleat atau ekstraksi target lainnya, sehingga tidak ada organisme yang layak untuk dikultur. Idealnya, beberapa sampel harus dikumpulkan sehingga memungkinkan pengujian molekuler dan klasik. Namun, jika sampel kurang atau pengemasan dan keterbatasan pengiriman menjadi faktor, keputusan pengujian dan pengumpulan sampel harus dibuat terlebih dahulu dengan bekerja sama dengan laboratorium untuk menentukan apakah pengujian molekuler atau pengujian klasik yang akan menghasilkan informasi yang paling berguna.

Untuk semua uji, konsultasikan dengan laboratorium sedini mungkin dalam investigasi untuk memenuhi kriteria berikut untuk pemilihan uji yang sesuai:

  • Persetujuan di awal (pre-approval).
  • Informasi suplemen.
  • Formulir tambahan.
  • Jenis sampel.
  • Sampel yang dapat diterima.
  • Volume minimum yang diperlukan.
  • Penyimpanan dan pengawetan sampel.
  • Media transportasi sampel.
  • Pelabelan sampel.
  • Instruksi pengiriman.
  • Persyaratan penanganan sampel.
  • Metode pengujian.
  • Waktu penyelesaian pengujian.
  • Interferensi dan batasan pengujian.
  • Informasi tambahan.
  • Titik kontak laboratorium.

Langkah 2. Berkolaborasi dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pengambilan Sampel Lapangan

Berkolaborasi dengan laboratorium sebelum mengumpulkan sampel untuk memastikan sampel dapat dikumpulkan dengan aman dan dapat diterima untuk pengujian yang dipilih merupakan langkah yang penting. Exposure yang tidak disengaja selama pengumpulan sampel dapat mengakibatkan penyakit parah, dan pengumpulan sampel yang tidak dapat diterima dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk pengujian. Misalnya, mengumpulkan darah dari 20 orang yang berpotensi ter-expose patogen yang tidak diketahui dan menggunakan antikoagulan yang salah dapat mengakibatkan keterlambatan identifikasi mikroba dan pengobatan yang tertunda, yang dapat berakibat serius. Ilmuwan laboratorium juga dapat memberikan keahlian ekologi, pertumbuhan, transmisi, dan patogenesis tentang mikroorganisme, serta keahlian kimia dan radiologi. Keahlian ini dapat mendukung investigasi dalam banyak hal, beberapa di antaranya termasuk:

  • Penilaian risiko terkait kegiatan pengambilan sampel yang direncanakan untuk menciptakan lingkungan yang aman. Setidaknya, penilaian risiko harus mengidentifikasi potensi bahaya biologis, kimia, radiologi, dan fisik dan merencanakan mitigasi yang tepat, termasuk penggunaan alat pelindung diri (APD), untuk meminimalkan exposure terhadap bahaya.
  • Rencana pengambilan sampel, yang mencakup hipotesis awal dan cara laboratorium dapat membantu dalam menguji hipotesis tersebut melalui pengambilan sampel yang ditargetkan.
  • Metode pengumpulan sampel, yang harus sesuai dan memadai untuk uji spesifik (misalnya, uji imunologi memerlukan waktu spesifik pengumpulan sampel untuk pengujian diagnostik yang akan dilakukan).
  • Pelatihan pengumpulan sampel, termasuk menilai apakah semua investigator lapangan memiliki pengalaman dan pelatihan pengambilan sampel yang memadai (termasuk pelatihan penggunaan APD) atau apakah personel laboratorium harus turun ke lapangan untuk mengumpulkan sampel.
  • Transportasi sampel. Idealnya, kegiatan pengambilan sampel harus direncanakan untuk memastikan bahwa pengiriman tiba di laboratorium penerima pada hari kerja. Beberapa pengiriman tidak dapat diterima pada akhir pekan.

Seorang profesional kesehatan-masyarakat yang melakukan investigasi KLB harus mengikuti rekomendasi umum ini selama pengambilan sampel:

  • Pastikan untuk mendapatkan APD yang sesuai dalam jumlah yang cukup sebelum petugas dikerahkan ke lapangan dan periksa ulang kelengkapannya di lokasi pengambilan sampel. Pastikan tim telah dilatih dalam mengenakan, melepas, membersihkan/disinfeksi, menyimpan, dan membuang APD yang ditentukan dengan benar.
  • Kaji semua pedoman keselamatan, pengendalian infeksi, dan manajemen pasien yang relevan sebelum, dan patuhi pedoman selama pengumpulan sampel. Misalnya, identifikasi dan pertahankan area spesifik untuk mengenakan dan melepas APD yang ditentukan dan miliki rencana untuk mengelola limbah pengumpulan sampel.
  • Kumpulkan volume sampel yang sesuai.
  • Beri label setiap sampel klinis dengan setidaknya dua pengidentifikasi yang menghubungkan sampel dengan pasien, dengan harapan bahwa informasi identitas pribadi tidak akan digunakan.
  • Labeli setiap sampel non-klinis (misalnya, lingkungan, hewan) dengan setidaknya dua pengenal yang memungkinkan penautan sampel dengan organisme, tempat, atau benda yang paling relevan (misalnya, OrganismID dan LocationID, SampleTypeID dan MedicalDeviceID).
  • Berkoordinasi dengan laboratorium dan dokter setempat dan negara bagian untuk mendapatkan sampel. Jangan mengumpulkan sampel tanpa pelatihan khusus dalam prosedur pengumpulan karena panduan umum dalam bab ini mungkin tidak sesuai untuk pengujian yang diminta secara spesifik.
  • Kaji pertimbangan khusus yang dibahas kemudian dan hubungi laboratorium untuk panduan khusus sebelum pengambilan sampel.

Pertimbangan Khusus: Penilaian Risiko

Risiko adalah kemungkinan bahwa kejadian yang tidak diinginkan akan terjadi (yaitu, fungsi dari kemungkinan dan konsekuensi dari kejadian yang tidak diinginkan tertentu). Sebelum melakukan investigasi lapangan atau aktivitas laboratorium apa pun, nilai risiko yang terkait dengan aktivitas tersebut. Ahli epidemiologi dan ilmuwan laboratorium harus melakukan penilaian risiko untuk investigasi lapangan bersama-sama, dengan bantuan dari ahli materi pelajaran lainnya termasuk ilmuwan dan ahli epidemiologi laboratorium kesehatan-masyarakat lokal dan negara bagian, dokter, staf fasilitas yang sesuai, dan perencana dan penanggap tanggap darurat yang sesuai. Bagikan hasil penilaian risiko di antara anggota tim investigasi sehingga semua orang memahami risiko yang terlibat. Gunakan hasil penilaian risiko sebagai dasar untuk menentukan cara memitigasi risiko tersebut. Selama investigasi, secara rutin memantau dan menilai kembali operasi untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tambahan dan untuk memperhitungkan setiap informasi atau keadaan baru yang terkait dengan aktivitas tertentu. Setelah investigasi lapangan, tinjau operasi untuk mengidentifikasi cara meningkatkan penilaian risiko investigasi lapangan di masa depan.

Prinsip-prinsip tata kelola risiko (26,27) mengartikulasikan bahwa penilaian risiko harus mengikuti tiga langkah umum:

  1. Definisikan situasinya: Pekerjaan apa yang akan dilakukan?
  2. Tentukan risiko dalam situasi itu: Apa yang bisa salah?
  3. Karakterisasi setiap risiko: Seberapa besar kemungkinan setiap risiko terjadi? Apa konsekuensi dari setiap risiko?

Mulailah proses penilaian risiko dengan mendefinisikan situasi dan aktivitas secara menyeluruh. Yang sangat penting adalah di mana pekerjaan akan dilakukan, siapa yang akan melakukannya (termasuk pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mereka), peralatan apa yang akan mereka gunakan (termasuk pengambilan sampel dan APD), dan bahaya apa yang akan mereka hadapi. Bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menimbulkan kerugian, seperti benda tajam atau agen biologis. Pertimbangan risiko harus mengatasi bahaya terkait agen yang paling jelas dari investigasi lapangan (misalnya, exposure yang tidak disengaja, cedera fisik). Namun, penilaian risiko juga harus mencakup bahaya yang kurang jelas yang dapat mengakibatkan konsekuensi negatif. Untuk setiap investigasi lapangan, selain bahaya terkait agen, pertimbangkan juga setiap kegiatan investigasi – bahaya terkait yang mungkin menghasilkan hasil negatif (misalnya, pengumpulan sampel yang buruk menghasilkan hasil laboratorium yang salah atau ambigu; bahaya pengiriman yang mengakibatkan manajemen kasus tertunda atau salah; masalah manajemen data dengan privasi atau persetujuan pasien; pelanggaran yang tidak disengaja terhadap aturan fasilitas atau peraturan lokal, negara bagian, atau federal; mis-komunikasi yang mungkin mengikis hubungan kolaboratif).

Dalam investigasi lapangan, bahaya bersifat multifaktorial, beragam, unik, dan berpotensi menimbulkan konsekuensi besar. Untuk mengurangi risiko, setiap orang yang terlibat dalam investigasi harus mempertimbangkan segala sesuatu yang mungkin salah selama berbagai tahap kegiatan itu dan kemudian mengevaluasi setiap risiko dari perspektif kemungkinan terjadinya dan konsekuensinya. Setelah memprioritaskan risiko-risiko tersebut dari yang tertinggi hingga yang terendah, kaji kembali penggunaan langkah-langkah mitigasi khusus untuk mengurangi risiko-risiko yang teridentifikasi tersebut. Sebelum pekerjaan dimulai, setujui bahwa risiko yang dimitigasi dapat diterima. Jika risiko tidak dapat dikurangi secara memadai dan tetap tidak dapat diterima, jangan lakukan pekerjaan tersebut.

Pertimbangan Khusus: Agen Etiologi Sindrom Penyakit

Sindrom penyakit yang sama (misalnya, pernapasan) dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari banyak patogen (misalnya, virus influenza, Legionella spp., atau hantavirus) atau oleh bahan kimia biologis atau exposure radiasi (misalnya, sindrom gangguan pernapasan akut yang diinduksi bahan kimia).). Semua ini juga mungkin membuat presentasi klinis menjadi atipikal, yang dapat mempersulit investigasi lapangan (28-30). Untuk memaksimalkan efektivitas investigasi KLB dengan etiologi yang tidak diketahui, peneliti perlu berkolaborasi dengan ahli bidang epidemiologi dan laboratorium yang mewakili beragam agen etiologi potensial. Tabel 9.1 dapat digunakan sebagai alat bantu dalam diskusi yang lebih besar ini untuk membantu merumuskan hipotesis tentang agen etiologi dari berbagai sindrom penyakit dan untuk menentukan sampel yang tepat untuk dikumpulkan untuk pengujian. Sumber daya daring tambahan untuk investigasi KLB dengan etiologi yang tidak diketahui berdasarkan sindrom penyakit juga diidentifikasi.

Pertimbangan Khusus: Pengumpulan Sampel

Tabel 9.2 menunjukkan suplai pengumpulan sampel, prosedur pengumpulan dasar, dan pertimbangan pengambilan sampel untuk berbagai jenis sampel klinis untuk pengujian penyakit menular. Untuk informasi serupa terkait pengujian toksik lingkungan, lihat Tabel 9.3. Pedoman ini diberikan untuk membantu perencanaan pengambilan sampel di lapangan tetapi harus selalu didiskusikan dengan laboratorium sebelum pengambilan sampel dilakukan.

Tabel 9.1
Penyakit menular sindrom dan jenis sampel klinis
Sindrom dan sumber daring Beberapa kemungkinan etiologi Jenis sampel Agen yang Dicurigai
Dermatologi Cacar air, cacar monyet, variola, vaccinia, campak, antraks kulit, herpes Cairan vesikular, keropeng, serum, eksudat vesikular Virus, bakteri
Diare (http://cifor.us/products/guidelines) cair (kolera), disentri (shigellosis), gastroenteritis demam (demam tifoid), muntah (norovirus, keracunan bakteri) Feses, darah, emesis Bakteri, virus, parasit, racun, bahan kimia
Demam berdarah Arboviral (demam berdarah), arenaviral (demam Lassa), filoviral (penyakit virus Ebola), malaria Darah, apusan darah, serum, biopsi jaringan postmortem Virus, parasit
Penyakit kuning (ikterik) Hepatitis A–E, spirochetal (leptospirosis), demam kuning Serum, biopsi hati postmortem, kultur dari darah, urine Virus, bakteri
Neurologis Sindrom Guillain-Barré, polio, meningoensefalitis, rabies, meningitis Feses, cairan serebrospinal, darah, apusan darah, serum, usap tenggorokan, sampel postmortem Virus, bakteri
Oftalmologi Trakoma, keratokonjungtivitis, konjungtivitis Usap / usap konjungtiva, serum, usap tenggorokan Virus, bakteri
Pernafasan (https://www.cdc.gov/urdo/index.html) Influenza, hantavirus, pertusis, legionellosis, pneumonia, TBC, sindrom pernapasan akut berat coronavirus Usap tenggorokan, sputum, darah, serum, apusan darah, cairan serebrospinal, biopsi jaringan postmortem Virus, bakteri
Sistemik Bervariasi dan sering disebabkan oleh agen yang sama seperti sindrom lainnya Biopsi jaringan postmortem, serum, cairan serebrospinal, urine, kultur darah, aspirasi, apusan darah Virus, parasit, bakteri

a Untuk definisi dan tinjauan sindrom terkait bahan kimia atau radiologi, lihat situs web Kesiapsiagaan dan Respons Darurat CDC untuk bahan kimia (https://emergency.cdc.gov/chemical/ ) dan radiologi (https://emergency.cdc.gov/ radiasi/index.asp ) darurat.

Sumber: Referensi 38.

Tabel 9.2
Pengumpulan sampel untuk dugaan exposure agen infeksi
Jenis sampel Suplai Pertimbangan
Darah Tabung pengumpul steril Jarum dan jarum suntik Usia pasien dan demografi lainnya mungkin berguna bagi laboratorium untuk memilih rentang referensi.
Torniket Kumpulkan ~2,5 mL darah untuk setiap 1 mL serum yang dibutuhkan.
Larutan antiseptik kulit Bantalan kasa Simpan darah segera di atas es kecuali jika diberikan instruksi lain oleh lab. Jangan sampai membeku.
Perban EDT (Aetilenadiaminatetraasetat)  adalah antikoagulan yang disukai.
Label Formulir yang diperlukan Wadah benda tajam Jika mengumpulkan ke dalam tabung vakum dengan aditif, isi tabung sampai vakum berhenti untuk mempertahankan konsentrasi efektif darah dan aditif, dan campur dengan membalik tabung perlahan 8-10 kali.
Kantong sampah infeksius Gunakan tabung plastik bila memungkinkan.
Perlengkapan kebersihan tangan Sarung tangan lateks atau nitril Cobalah untuk menghindari hemolisis dengan berkonsultasi dengan lab tentang lokasi pengambilan sampel, metode, dan pengukur jarum.
Jas lab Pelindung wajah atau googles Hindari hiperbilirubinemia dan lipemia dengan berkonsultasi dengan laboratorium tentang persyaratan puasa.
Masker, jika gejala pernapasan Dapatkan sampel sebelum pengobatan, jika memungkinkan. Jika pengobatan telah dimulai, catat informasi pengobatan pada daftar baris sampel.
Dahak Wadah mulut lebar steril Hindari mengumpulkan saliva atau sekret postnasal.
Sarung tangan lateks atau nitril Jas laboratorium Sampel virus dan bakteri mungkin memiliki kondisi penyimpanan dan transportasi yang berbeda.
Label
Formulir yang diperlukan
Kantong sampah infeksius
Perlengkapan kebersihan tangan
Feses Wadah steril Sarung tangan lateks atau nitril Jas lab Dapatkan sampel sebelum pengobatan, jika memungkinkan. Jika pengobatan telah dimulai, catat informasi pengobatan pada daftar baris sampel.
Label Kumpulkan sesegera mungkin setelah onset diare.
Formulir yang diperlukan Simpan pada suhu 4–8°C.
Kantong sampah infeksius Uji parasit mungkin memerlukan fiksatif.
Perlengkapan kebersihan tangan
Swab Swab steril Basahi swab dengan saline
Tabung transpor steril saline steril Gunakan hanya swab Dacron atau Rayon steril dengan poros plastik atau, jika tersedia, swab berkelompok.
Sarung tangan lateks atau nitril Pelindung wajah atau goggles JANGAN gunakan swab kalsium alginat, swab kapas, atau swab dengan tongkat kayu.
Jas laboratorium Tempatkan swab di media khusus agen untuk transportasi.
Label
Formulir yang diperlukan
Kantong sampah infeksius
Perlengkapan kebersihan tangan
Urin Wadah steril Dapatkan sampel sebelum pengobatan, jika memungkinkan. Jika pengobatan sudah mulai catat informasi pengobatan pada daftar baris sampel
Tisu antiseptik Jika mengumpulkan dari pasien yang lemah, bantu membersihkan alat kelamin luar sebelum pengambilan
Sarung tangan lateks atau nitril Jika mengambil dari bayi, gunakan kantong penampung urin jika perlu.
Label jas lab Uji kimia dan biologi mungkin berbeda dalam pengumpulan penyimpanan, dan kondisi transportasi
Formulir apa pun yang diperlukan Simpan sampel pada suhu 4°C.
Kantong sampah infeksius
Perlengkapan kebersihan tangan .
Pelindung wajah atau googles
Cairan vesikular, koreng, aspirasi Swab steril saline steril
transportasi steril Lanset atau jarum steril
Kasus dugaan cacar harus segera dilaporkan ke laboratorium kesehatan-masyarakat negara bagian dan CDC. Sampel virus dan bakteri mungkin memiliki kondisi penyimpanan dan transportasi yang berbeda.
Jarum suntik dan jarum lubang lebar Tang steril Solusi antiseptik kulit Sarung tangan lateks atau nitril Pelindung wajah atau googles Jas laboratorium Label Formulir yang diperlukan Kantong sampah infeksius Perlengkapan kebersihan tangan
Tabel 9.3
Pengumpulan sampel untuk dugaan exposure toksik lingkungan
Racun yang dicurigai Sampel yang dikumpulkan sesuai urutan preferensi Dewasa dan anak-anak 10 tahun Anak-anak <10 tahun/bayi
Organik 1. Serum 1. Dua tabung 10 mL tanpa antikoagulan 1. Satu tabung 5 mL tanpa antikoagulan
2. Air seni 2. 50 mL 2. 10–20 mL
3. Darah lengkap (Heparin) 3. Satu tabung 7 mL atau tiga tabung 4 mL atau empat tabung 3 mL 3. Dua tabung 3 mL
Anorganik 1. Air seni 1. 50 mL 1. 10–20 mL
2. Darah lengkap (EDTA) 2. Satu tabung 3 mL 2. Satu tabung 3 mL
3. Serum 3. Satu tabung bebas logam 7 mL 3. Satu tabung bebas logam 7 mL
Tidak diketahui 1. Serum 1. Dua tabung 10 mL tanpa antikoagulan 1. Satu tabung 5 mL tanpa antikoagulan
2. Air seni 2. 50 mL 2. 10–20 mL
Darah lengkap (EDTA) 3. Satu tabung 2 mL 3. Satu tabung 2 mL
4. Darah lengkap (Heparin) 4. Satu tabung 3 mL 4. Satu tabung 3 mL

Pertimbangan Khusus: Potensi Kesalahan Pengambilan Sampel

Salah satu alasan penting untuk menghubungi laboratorium sebelum pengambilan sampel adalah karena kesalahan pengambilan sampel. Kesalahan dapat mencakup masalah dengan alat pengambilan sampel (misalnya, penghambatan uji oleh bahan swab tertentu), teknik pengumpulan sampel (misalnya, hemolisis sampel darah), penyimpanan sampel (misalnya, degradasi RNA), atau waktu sampel (misalnya, serum yang cocok).). Tabel 9.4 menjelaskan beberapa kesalahan khusus yang harus dihindari, tetapi ini bukan daftar yang lengkap, jadi konsultasikan dengan laboratorium sebelum mengumpulkan sampel.

Tabel 9.4 Kesalahan pengambilan sampel khusus, menurut jenis uji laboratorium

Tabel 9.4
Kesalahan pengambilan sampel khusus, menurut jenis uji laboratorium
Jenis uji Pertimbangan
Uji kerentanan antimikroba Simpan pada kondisi yang paling cocok untuk mempertahankan viabilitas kultur.
Viral load yang rendah dan varian genetik dapat mempengaruhi uji.
Sertakan riwayat pengobatan pasien.
Kultur Agen terapeutik dapat mempengaruhi deteksi organisme.
Pengawet (formalin atau alkohol) dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme.
Disinfektan (klorin, Lysol, alkohol) dapat mempengaruhi uji.
Kultur beberapa organisme mungkin memerlukan aturan pengiriman yang lebih ketat.
Menyimpan darah pada suhu selain 2-8°C dapat mempengaruhi uji.
Beberapa kali (>3) membekukan/melunakkan dapat mempengaruhi kinerja pengujian
Molekuler Hemolisis dapat mempengaruhi hasil uji.
Heparin dapat mengganggu uji molekuler.
Volume sampel yang tidak mencukupi dapat membatalkan pengujian.
Agen terapeutik dapat mempengaruhi deteksi organisme.
Koinfeksi atau kontaminasi dapat mempengaruhi hasil uji.
Swab kalsium alginat atau swab dengan tongkat kayu dapat mengandung zat yang menghambat beberapa pengujian molekuler.
Tidak memisahkan serum dari sel dalam sampel darah dapat mengakibatkan degradasi RNA.
Beberapa kali (>3) membekukan/melunakkan dapat mempengaruhi kinerja pengujian
Patologi Fiksasi berkepanjangan (>2 minggu) dapat mengganggu beberapa uji.
Dekomposisi jaringan dapat mempengaruhi kinerja uji.
Kurang dari 1:10 rasio jaringan untuk 10% formalin dapat mencegah fiksasi.
Serologi Kegagalan untuk mengumpulkan sampel berpasangan (akut dan pemulihan) dapat mengakibatkan hasil yang tidak dapat diinterpretasikan.
Kontaminasi dapat mengganggu pengujian.
Bilirubin, lipid, dan hemoglobin dapat mengganggu pemeriksaan serologis.
Tidak memisahkan dan membekukan serum dari sel dalam sampel darah dapat mengakibatkan degradasi antibodi.
Kegagalan menggunakan tabung plastik dapat menghambat pengiriman dan dapat mengakibatkan sampel tidak diterima di lab.
Sampel yang dikumpulkan dapat menyebabkan kesulitan dalam interpretasi hasil lab.

Pertimbangan Khusus: Alat Pelindung Diri

APD adalah pakaian atau peralatan khusus yang digunakan untuk melindungi dari exposure bahaya yang dapat menyebabkan cedera serius atau penyakit. Exposure dapat terjadi akibat kontak dengan bahan kimia, radiologi, fisik, listrik, mekanik, atau bahaya lainnya. APD dapat mencakup barang-barang seperti sarung tangan, goggles dan sepatu keselamatan, penutup telinga atau sarung tangan, topi keras, respirator, atau baju, rompi, dan setelan seluruh tubuh. Pemilihan APD harus disesuaikan dengan risiko spesifik yang terkait dengan setiap investigasi lapangan individu. The Occupational and Health Administration (Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja)  telah membuat beberapa sumber daring yang dapat digunakan untuk membantu memilih APD yang sesuai dan mengidentifikasi informasi tambahan terkait keselamatan untuk bahaya tertentu (https://www.osha.gov/dts/osta/oshasoft/index.html external icon). Panduan tambahan dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA) (https://www.osha.gov/Publications/osha3151.pdfpdf iconexternal icon) dan National Institute for Occupational Safety and Health (https://www.cdc.gov/niosh/docs/2005100/pdfs/2005-100.pdfpdf icon) juga tersedia.

Secara umum, ada tiga pertanyaan utama yang perlu dipertimbangkan ketika memilih APD. Pertama, apa jenis exposure yang diantisipasi (percikan, tumpahan, semprotan), volume (besar, kecil), dan sumber (agen kimia, biologi, atau radiologi)? Kedua, APD apa yang tahan dan sesuai untuk tugas tersebut (melindungi dari cairan, bubuk, gas)? Ketiga, bagaimana APD mempengaruhi pergerakan dan pekerjaan (ukuran yang sesuai, tidak terlalu gerah)? Beberapa pertimbangan APD ditunjukkan pada Tabel 9.5, tetapi tim investigasi harus berkonsultasi dengan ilmuwan laboratorium yang sesuai mengenai jenis APD yang paling efektif untuk investigasi lapangan tertentu karena bahaya biologis, kimia, dan radiologi masing-masing memerlukan APD khusus.

Langkah 3. Berkolaborasi dengan Laboratorium untuk Penyimpanan dan Pengiriman Sampel

Pengirim bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sampel disimpan dan diangkut ke laboratorium dalam kondisi yang sesuai. Persyaratan pengiriman untuk sampel menular atau berpotensi berbahaya yang diajukan untuk tujuan diagnostik atau investigasi mengharuskan sampel dikemas dan dikirim sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebelum mengirimkan sampel apa pun dari investigasi lapangan, konsultasikan dengan laboratorium penerima dan ahli pengiriman yang sesuai untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan praktik terbaik yang relevan. Informasi dan tautan yang diberikan di sini memberikan titik awal untuk menavigasi persyaratan penyimpanan, pengiriman, dan pengiriman yang mungkin perlu Anda tangani.

Tabel 9.5
Pertimbangan alat pelindung diri (APD) untuk mengumpulkan sampel yang berpotensi menular
Contoh APD Kapan memakainya? Pertimbangan
Apron, jas lab, gaun, baju terusan Untuk melindungi kulit dan pakaian dari bahaya percikan Merekomendasikan gaun isolasi yang bersih, sekali pakai, tahan cairan yang menutupi batang tubuh, pas dengan nyaman, dan memiliki lengan panjang yang pas di pergelangan tangan. Pertimbangkan luas penutup (yaitu, apron dan bukan gaun untuk kontaminasi potensial terbatas), pembersihan (yaitu, pencucian dan penggunaan kembali gaun), permeabilitas terhadap cairan, dan risiko pasien (yaitu, gaun steril untuk prosedur invasif).
Sarung tangan lateks atau nitril Untuk melindungi tangan dari sentuhan dengan bahaya Merekomendasikan sepasang sarung tangan nonsteril, sekali pakai vinil, lateks, atau nitril diganti antara pasien dan sampel atau saat robek atau kotor. Saat memilih atau menggunakan sarung tangan, pertimbangkan kesesuaian sarung tangan, durasi tugas, "basahnya" tugas, potensi penularan dari sarung tangan ke pasien, potensi menyentuh permukaan lingkungan.
Masker bedah Untuk melindungi mulut dan hidung dari percikan, bahaya semprotan Merekomendasikan masker yang menutupi hidung dan mulut dan mencegah penetrasi cairan dengan bagian hidung yang fleksibel dan tali elastis agar pas. Jika aerosol menjadi perhatian, gunakan respirator sebagai gantinya.
Respirator N95, respirator elastomer, PAPR Untuk melindungi saluran pernapasan dari bahaya partikulat yang terhirup Merekomendasikan N95 untuk melindungi dari partikel yang dapat dihirup dengan diameter <5μ. Untuk prosedur invasif yang mungkin menghasilkan tetesan besar atau aerosol berlebihan, pertimbangkan respirator tingkat yang lebih tinggi (misalnya, PAPR). Penggunaan respirator memerlukan evaluasi medis, pengujian kecocokan, pelatihan, dan pemeriksaan kecocokan sebelum digunakan.
Goggles, kacamata pengaman, pelindung wajah Untuk melindungi mata dari bahaya percikan Merekomendasikan goggles anti-kabut yang pas, atau kacamata pengaman atau pelindung wajah yang menutupi dahi dan di bawah dagu dan menutupi sisi wajah. Kacamata pribadi bukan pengganti goggles. Kenakan goggles yang pas dengan lensa resep.

a Untuk definisi dan tinjauan APD untuk bahan kimia atau radiologi, silakan lihat situs web Kesiapsiagaan dan Respons Darurat CDC untuk bahan kimia (https://emergency.cdc.gov/chemical/ ) dan radiologi (https://emergency.cdc.gov /radiation/index.asp ) keadaan darurat. PAPR, respirator pemurni udara bertenaga; APD, alat pelindung diri.

Daftar periksa berikut memberikan beberapa saran praktis tentang pengemasan dan pengiriman sampel.

  • Periksa kembali apakah semua wadah sampel tertutup dan utuh.
  • Desinfeksi bagian luar wadah sampel sebelum pengangkutan, penyimpanan, atau pengiriman. Pastikan untuk menjaga integritas label.
  • Transportasi sampel dalam wadah utamanya (misalnya, tabung, botol, wadah sampel) ditempatkan ke dalam wadah sekunder yang tertutup rapat dan anti bocor (kantong plastik, wadah plastik) sebelum ditempatkan di wadah luar (amplop pengiriman, kotak pengiriman).
  • Pastikan sampel diberi bantalan untuk mencegah kerusakan.
  • Buat daftar baris sampel dengan semua informasi yang sesuai (misalnya, lokasi sampel, jenis sampel, pengenal pasien, pengenal perangkat, lokasi lingkungan, sumber sampel yang dicurigai).
  • Dalam beberapa investigasi (misalnya, ketika aktivitas kriminal dicurigai), formulir lacak balak (chain of custody) formal mungkin diperlukan. Konsultasikan dengan petugas kesehatan-masyarakat setempat, ahli pengiriman, dan laboratorium penerima untuk mendapatkan formulir yang sesuai.
  • Tentukan persyaratan pengiriman sampel yang spesifik (https://www.iata.org/whatwedo/cargo/dgr/Documents/infectious-substance-classification-DGR56-en.pdf pdf iconexternal icon ).
  • Berikan nomor pelacakan pengiriman ke laboratorium.

Langkah 4. Berkolaborasi dalam Interpretasi Hasil Uji Laboratorium

Uji laboratorium saat ini lebih rumit untuk ditafsirkan daripada sebelumnya, dan kesimpulan selanjutnya dari, dan penggunaan, data laboratorium dari investigasi lapangan mana pun paling efektif dan andal jika kolaborasi kuat di antara hal-hal berikut:

  • Ilmuwan laboratorium, yang dapat menjelaskan bahasa laporan laboratorium dan semua spesifikasi uji atau organisme.
  • Ahli epidemiologi, yang menginterpretasikan uji dalam konteks investigasi lapangan.
  • Dokter, yang menginterpretasikan uji dalam konteks manajemen pasien.

Karena masing-masing spesialisasi ini memiliki pengetahuan yang berbeda dan tujuan yang berbeda, data laboratorium paling efektif ketika interpretasi dilakukan melalui kolaborasi. Kolaborasi memastikan bahwa keterbatasan dan kekuatan data dipahami dan bahwa potensi terjadinya dan konsekuensi dari positif atau negatif palsu, hasil yang tidak ditentukan karena pengumpulan sampel yang tidak tepat atau volume sampel yang tidak mencukupi, dan hasil yang tidak dapat dilaporkan karena nilai di bawah batas deteksi atau confounder lain yang ditemukan selama pengujian diminimalkan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan ketika menafsirkan hasil laboratorium dapat mencakup hal-hal berikut:

  • Uji laboratorium untuk investigasi lapangan harus ditafsirkan dalam konteks hipotesis epidemiologi yang dibingkai dengan benar. Peneliti harus selalu mempertimbangkan mengapa uji itu dipilih dan apa yang ditanyakan.
  • Interpretasi hasil uji tergantung pada sensitivitas dan spesifisitas uji yang dipilih. Pertimbangkan bagaimana prevalence penyakit akan mempengaruhi nilai prediktif uji.
  • Pertimbangkan dari populasi mana karakteristik pengujian berasal dan bagaimana hal itu mungkin berbeda dari populasi yang diuji.
  • Jika sampel negatif pada media nonspesifik, sampel tidak dapat ditafsirkan sebagai negatif kecuali jika juga negatif pada media spesifik agen yang dicurigai.
  • Dalam investigasi lapangan yang melibatkan patogen yang muncul, postulat Koch membentuk dasar bukti bahwa agen yang muncul adalah agen etiologi. Oleh karena itu, interpretasi harus mempertimbangkan keberhasilan pemenuhan masing-masing postulat Koch. Hanya karena agen ditemukan tidak berarti agen tersebut menyebabkan penyakit.
  • Pertimbangkan status pasien karena patogen berperilaku berbeda di inang yang berbeda. Faktor pasien yang perlu dipertimbangkan termasuk status imunologi, pengobatan yang diberikan, usia, status fisiologis, jenis kelamin, dan ras.
  • Typing molekuler dan studi keterkaitan lainnya dapat mengonfirmasi keterkaitan isolat untuk mendukung hipotesis epidemiologi yang dihasilkan oleh investigasi lapangan. Interpretasi keterkaitan khusus untuk pengujian pengetikan yang digunakan.
  • Rentang referensi bukan merupakan sesuatu yang presisi dan dapat bervariasi menurut laboratorium, bergantung pada uji, dan biasanya dipilih untuk memuat 95% orang sehat. Namun, korelasi antara nilai di luar kisaran dan penyakit tidak selalu jelas. Pertimbangkan besaran sampel yang digunakan untuk mengumpulkan nilai-nilai yang menetapkan rentang referensi, demografi populasi, dan populasi sampel rentang referensi.

Menafsirkan hasil uji bekerja sama dengan laboratorium adalah praktik terbaik standar. Tabel 9.6 menunjukkan beberapa pertimbangan untuk interpretasi hasil laboratorium; ini dapat digunakan sebagai panduan untuk memfasilitasi kolaborasi dengan dokter, ahli epidemiologi, dan ilmuwan laboratorium.

Tabel 9.6
Pedoman interpretasi untuk jenis uji laboratorium
Jenis uji Positif yang sebenarnya (true positive) Positif palsu Negatif yang sebenarnya (true negative) Negatif palsu
Molekuler Kehadiran organisme yang dicurigai dalam sampel: "positif" Pengikatan primer atau probe yang tidak spesifik. Tidak adanya organisme yang dicurigai dalam sampel: "negatif" Kegagalan reaksi amplifikasi Kegagalan pengikatan primer atau probe
Kultur Adanya organisme yang dicurigai dalam sampel: "positif" Kontaminasi selama pengumpulan Kontaminasi silang dengan sampel lain di lab Tidak adanya organisme yang dicurigai dalam sampel: "negatif" Sampel yang dikumpulkan setelah pengobatan antimikroba dimulai
Serologi (39) Adanya antibodi spesifik untuk agen yang dicurigai: " exposure " Reaktivitas silang Inhibitor dan aglutinin nonspesifik Tidak adanya antibodi spesifik untuk agen yang dicurigai: "tidak ada exposure " Toleransi Waktu sampel yang tidak tepat Inhibitor nonspesifik Zat toksik Antibiotik Supresi yang diinduksi tidak lengkap atau penghambat antibodi
Pengujian resistansi antimikroba (40) Mikroorganisme dihambat oleh dosis normal agen antimikroba: "rentan" Pemeriksaan yang salah dipilih untuk organisme atau obat yang diuji Media tidak cukup untuk pertumbuhan organisme yang diuji Jumlah organisme yang ditambahkan tidak mencukupi Tabel standar yang digunakan salah Mikroorganisme tidak dihambat oleh dosis normal agen antimikroba: "resistan" Pemeriksaan yang salah dipilih untuk organisme atau obat yang diuji Penambahan antimikroba tidak cukup Tabel standar yang digunakan salah
Patologi (41) Adanya organisme yang dicurigai dalam sampel patologi: "positif" Reaktivitas silang Tidak adanya organisme yang dicurigai dalam sampel patologi: "negatif" Interaksi nonspesifik

Langkah 5. Melanjutkan Kolaborasi Laboratorium Melalui Publikasi Temuan

Setiap investigasi lapangan dapat mengarah pada penemuan patogen pandemi baru (31), identifikasi bahaya produk atau alat (32), penemuan patogen lama di tempat baru (33), identifikasi risiko baru terhadap kesehatan-masyarakat (34) ), atau bahkan penangkapan seorang pelaku kejahatan (35). Mengingat pentingnya investigasi lapangan, akurasi dan kelengkapan sangat penting. Sejarah telah menunjukkan bahwa ketika rekomendasi kesehatan-masyarakat harus (untuk alasan politik atau dalam situasi darurat) hanya didasarkan pada data epidemiologi, konsekuensi yang tidak diinginkan dapat terjadi (36). Demikian pula, kemampuan diagnostik laboratorium yang buruk juga dapat menciptakan kesulitan yang tidak perlu dalam perawatan pasien (37). Oleh karena itu, tim investigasi lapangan yang paling efektif dan andal dibangun di atas kolaborasi yang kuat antara epidemiologi dan ilmu laboratorium. Untuk mendukung itu, kerja sama melalui semua tahapan proses ilmiah, termasuk analisis data, perumusan kesimpulan, dan presentasi atau publikasi hasil, juga diperlukan. Beberapa pertimbangan umum dapat membantu menginformasikan kolaborasi tersebut:

  • Peneliti harus memahami uji dan bagaimana menafsirkannya, termasuk mengetahui batasan uji dan mempertimbangkan batasan tersebut dalam konteks hipotesis.
  • Staf laboratorium harus melakukan analisis data dari sampel laboratorium menggunakan biostatistik dan standar referensi yang sesuai.
  • Peneliti lapangan harus berkolaborasi dengan staf laboratorium untuk menentukan apakah hasil laboratorium mendukung atau menyangkal hipotesis epidemiologi.
  • Investigator lapangan (baik ahli epidemiologi dan ilmuwan laboratorium) harus berkolaborasi untuk merancang laboratorium atau studi epidemiologi yang dapat mengembangkan lebih lanjut temuan investigasi lapangan menjadi pedoman kesehatan-masyarakat.
  • Investigator lapangan dan staf laboratorium harus bersama-sama mengejar publikasi hasil, yang dianggap tepat oleh investigasi dan sesuai dengan semua pedoman penulis yang sesuai.

KESIMPULAN

Epidemiologi adalah fondasi ilmiah kesehatan-masyarakat. Namun, seperti halnya fondasi apa pun, ia harus bertumpu pada landasan yang kokoh, yaitu gabungan disiplin ilmu. Laboratorium kesehatan-masyarakat lokal, negara bagian, dan federal memiliki ahli dalam berbagai bidang teknis, termasuk mikrobiologi, parasitologi, mikologi, statistik, bioinformatika, biologi molekuler, toksikologi, ekologi, kimia, kesehatan kerja, ekologi mikroba, ilmu laboratorium, kesehatan lingkungan , biosafety, biosecurity, manajemen klinis, dan teknologi medis. Oleh karena itu, menciptakan kolaborasi yang stabil dan berkelanjutan dengan laboratorium akan meningkatkan praktik epidemiologi dan, pada gilirannya, meningkatkan kesehatan-masyarakat.

REFERENSI

  1. Berche, P., Louis Pasteur, from crystals of life to vaccination. Clin Microbiol Infect.2012;18 Suppl 5:1–6.
  2. Dowdle WR, Mayer LW, Steinberg KK, Ghiya ND, Popovic T; CDC. Laboratory contributions to public health. MMWR Suppl. 2011;60:27–34.
  3. Glick TH, Gregg MB, Berman B, Mallison G, Rhodes WW Jr, Kassanoff I. Pontiac fever. An epidemic of unknown etiology in a health department: I. Clinical and epidemiologic aspects. Am J Epidemiol. 1978;107:149–60.
  4. Kaufmann AF, McDade JE, Patton CM, dkk. Pontiac fever: isolation of the etiologic agent (Legionella pneumophilia) and demonstration of its mode of transmission. Am J Epidemiol. 1981;114:337–47.
  5. Jernigan DB, Raghunathan PL, Bell BP, dkk. Investigation of bioterrorism-related anthrax, United States, 2001: epidemiologic findings. Emerg Infect Dis. 2002;8:1019–28.
  6. Gieraltowski L, Higa J, Peralta V, dkk. National outbreak of multidrug resistant Salmonela Heidelberg infections linked to a single poultry company. PLoS One. 2016;11:e0162369.
  7. CDC. Severe acute respiratory syndrome (SARS) and coronavirus testing—United States, 2003. MMWR. 2003;52:297–302.
  8. Moturi E, Mahmud A, Kamadjeu R, dkk. Contribution of contact sampling in increasing sensitivity of poliovirus detection during a polio outbreak—Somalia, 2013. Open Forum Infect Dis. 2016;3:ofw111.
  9. Hoffmaster AR, Fitzgerald CC, Ribot E, Mayer LW. Molecular subtyping of Bacillus anthracis and the 2001 bioterrorism-associated anthrax outbreak, United States. Emerg Infect Dis. 2002;8:1111–6.
  10. Nakao JH, Talkington D, Bopp CA, dkk. Unusually high illness severity and short incubation periods in two foodborne outbreaks of Salmonela Heidelberg infections with potential coincident Staphylococcus aureus intoxication. Epidemiol Infect. 2018;146:19–27.
  11. Folster JP, Grass JE, Bicknese A, Taylor J, Friedman CR, Whichard JM. Characterization of resistance genes and plasmids from outbreaks and illness clusters caused by Salmonela resistant to ceftriaxone in the United States, 2011–2012. Microb Drug Resist. 2017;23:188–93.
  12. de Oliveira AM, Skarbinski J, Ouma PO, dkk. Performance of malaria rapid diagnostic tests as part of routine malaria case management in Kenya. Am J Trop Med Hyg. 2009;80:470–4.
  13. Tyndall JA, Gerona R, De Portu G, dkk. An outbreak of acute delirium from exposure to the synthetic cannabinoid AB-CHMINACA. Clin Toxicol (Phila). 2015;53:950–6.
  14. Flint M, Goodman CH, Bearden S, dkk. Ebola virus diagnostics: the US Centers for Disease Control and Prevention laboratory in Sierra Leone, August 2014 to March 2015. J Infect Dis. 2015;212 Suppl 2:S350–8.
  15. Jelden KC, Iwen PC, Herstein JJ, dkk. U.S. Ebola treatment center clinical laboratory support. J Clin Microbiol. 2016;54:1031–5.
  16. McCarty CL, Basler C, Karwowski M, dkk. Response to importation of a case of Ebola virus disease—Ohio, October 2014. MMWR. 2014;63:1089–91.
  17. CDC. Spinal and paraspinal infections associated with contaminated methylprednisolone acetate injections—Michigan, 2012–2013. MMWR. 2013;62:377–81.
  18. Lockhart SR, Pham CD, Gade L, dkk. Preliminary laboratory report of fungal infections associated with contaminated methylprednisolone injections. J Clin Microbiol. 2013;51:2654–61.
  19. CDC. Recognition of illness associated with exposure to chemical agents—United States, 2003. MMWR. 2003;52:938–40.
  20. Baron EJ, Miller JM, Weinstein MP, dkk. A guide to utilization of the microbiology laboratory for diagnosis of infectious diseases: 2013 recommendations by the Infectious Diseases Society of America (IDSA) and the American Society for Microbiology (ASM)(a). Clin Infect Dis. 2013;57:e22–e121.
  21. Chen L, Brueck SE, Niemeier MT. Evaluation of potential noise exposures in hospital operating rooms. AORN J. 2012;96:412–8.
  22. Dickerson AS, Rahbar MH, Han I, dkk. Autism spectrum disorder prevalence and proximity to industrial facilities releasing arsenic, lead or mercury. Sci Total Environ. 2015;536:245–51.
  23. Erck Lambert AB, Parks SE, Camperlengo L, dkk. Death scene investigation and autopsy practices in sudden unexpected infant deaths. J Pediatr. 2016;174:84–90 e1.
  24. Kennedy C, Lordo R, Sucosky MS, Boehm R, Brown MJ. Evaluating the effectiveness of state specific lead-based paint hazard risk reduction laws in preventing recurring incidences of lead poisoning in children. Int J Hyg Environ Health. 2016;219:110–7.
  25. Miller CW1, Ansari A, Martin C, Chang A, Buzzell J, Whitcomb RC Jr. Use of epidemiological data and direct bioassay for prioritization of affected populations in a large-scale radiation emergency. Health Phys. 2011;101:209–15.
  26. Renn O, Graham P. Risk governance: towards an integrative approach. Geneva: International Risk Governance Council; 2005:157.
  27. Salerno RM, Gaudioso J. Laboratory biorisk management: biosafety and biosecurity. Boca Raton, FL: CRC Press; 2015.
  28. Sejvar J, Lutterloh E, Naiene J, dkk. Neurologic manifestations associated with an outbreak of typhoid fever, Malawi–Mozambique, 2009: an epidemiologic investigation. PLoS One. 2012;7:e46099.
  29. Balestri R, Bellino M, Landini L, dkk. Atypical presentation of enterovirus infection in adults: outbreak of ‘hand, foot, mouth and scalp disease’ in northern Italy. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2017;32:e60–e61.
  30. Majumdar R, Jana CK, Ghosh S, Biswas U. Clinical spectrum of dengue fever in a tertiary care centre with particular reference to atypical presentation in the 2012 outbreak in Kolkata. J Indian Med Assoc. 2012;110:904–6.
  31. CDC. Pneumocystis pneumonia—Los Angeles. MMWR. 1981;30:250–2.
  32. Hawley B, Casey ML, Cox-Ganser JM, Edwards N, Fedan KB, Cummings KJ. Notes from the field: respiratory symptoms and skin irritation among hospital workers using a new disinfection product—Pennsylvania, 2015. MMWR. 2016;65:400–1.
  33. Duffy MR, Chen TH, Hancock WT, dkk. Zika virus outbreak on Yap Island, Federated States of Micronesia. N Engl J Med. 2009;360:2536–43.
  34. Cherry C, Leong K, Wallen R, Buttke D. Notes from the field: injuries associated with bison encounters—Yellowstone National Park, 2015. MMWR. 2016;65:293–4.
  35. Istre GR, Gustafson TL, Baron RC, Martin DL, Orlowski JP. A mysterious cluster of deaths and cardiopulmonary arrests in a pediatric intensive care unit. N Engl J Med. 1985;313:205–11.
  36. Sencer D. How should the federal government respond to the influenza problem caused by a new virus? In: Neustadt RE, Fineberg HV. The swine flu affair: decision-making on a slippery disease. Washington, DC: National Academies Press; 1978. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK219607/external icon
  37. Moore A, Nelson C, Molins C, Mead P, Schriefer M. Current guidelines, common clinical pitfalls, and future directions for laboratory diagnosis of Lyme disease, United States. Emerg Infect Dis. 2016;22.
  38. World Health Organization. Guidelines for the collection of clinical specimens during field investigation of outbreaks. Geneva: World Health Organization; 2000.
  39. Crump JA1, Corder JR, Henshaw NG, Reller LB. Development, implementation, and impact of acceptability criteria for serologic tests for infectious diseases. J Clin Microbiol. 2004;42:881–3.
  40. Jorgensen JH, Ferraro MJ. Antimicrobial susceptibility testing: a review of general principles and contemporary practices. Clin Infect Dis. 2009;49:1749–55.

Empson MB. Statistics in the pathology laboratory: diagnostic test interpretation. Pathology. 2002;34:365–9.





Address

Gedung D Lantai 3 - Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI
Jl. Percetakan Negara No.29, RT.23/RW.7, Johar Baru
Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10560

08111690148
2018 © All Rights Reserved by FETP Indonesia.