FETP Indonesia

Manual Epidemilogi Lapangan CDC

Manual Epidemilogi Lapangan CDC

Halaman ini adalah terjemahan dalam bahasa indonesia dari Epidemic Intelligence Service CDC

Lihat Versi Asli
Unduh Bab 6

Bab 6: Mendeskripsikan Data Epidemiologi

Robert E. Fontaine

PENDAHULUAN

Sebagai ahli epidemiologi lapangan, Anda akan mengumpulkan dan menilai data yang diperoleh dari investigasi lapangan, sistem surveilans, statistik vital, atau sumber lainnya. Tugas yang disebut epidemiologi deskriptif ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut tentang penyakit, cedera, atau peristiwa bahaya lingkungan:

  • Apa?
  • Berapa banyak?
  • Kapan?
  • Di mana?
  • Di kalangan siapa?

Pertanyaan pertama dijawab dengan deskripsi penyakit atau kondisi kesehatan yang ditemui. "Berapa banyak?" dinyatakan sebagai jumlah atau angka. Tiga pertanyaan terakhir dinilai sebagai pola data dalam hal waktu, tempat, dan orang. Setelah data disusun dan ditampilkan, epidemiologi deskriptif kemudian akan menafsirkan pola-pola ini, sering kali melalui perbandingan dengan pola atau norma yang telah diperkirakan (misalnya, penghitungan historis, peningkatan surveilans, atau keluaran dari program pencegahan dan pengendalian). Proses penyusunan, inspeksi, dan interpretasi data dalam epidemiologi deskriptif ini memiliki banyak tujuan (Kotak 6.1).

Kotak 6.1
Tujuan Epidemiologi Deskriptif
  • Memberikan pendekatan sistematis untuk membedah masalah kesehatan menjadi bagian-bagian komponennya.
  • Memastikan bahwa Anda sepenuhnya memahami dimensi dasar masalah kesehatan.
  • Mengidentifikasi populasi dengan peningkatan risiko untuk masalah kesehatan yang sedang diselidiki.
  • Memberikan informasi yang tepat waktu bagi pengambil keputusan, media, publik, dan lainnya tentang investigasi yang sedang berlangsung.
  • Mendukung keputusan untuk memulai atau memodifikasi tindakan pengendalian dan pencegahan.
  • Mengukur kemajuan program pengendalian dan pencegahan.
  • Memungkinkan pembuatan hipotesis yang dapat diuji mengenai etiologi, exposure mode, efektivitas tindakan pengendalian, dan aspek lain terkait masalah kesehatan.
  • Membantu memvalidasi dugaan akan penyebab atau faktor risiko.

Temuan analitik Anda harus bisa menjelaskan pola yang diamati berdasarkan waktu, tempat, dan orang.

PENGORGANISASIAN DATA EPIDEMIOLOGI

Pengorganisasian data deskriptif ke dalam tabel, grafik, diagram, peta, atau bagan akan memberikan pemahaman data yang cepat, objektif, dan koheren. Apakah suatu tabel atau grafik membantu penyelidik memahami data, menjelaskan data dalam laporan atau kepada audiens, pengorganisasian data tersebut seharusnya dengan cepat mampu mengungkap pola utama dan pengecualian dari pola tersebut. Tabel, grafik, peta, dan bagan semuanya memiliki empat unsur yang sama: judul, data, catatan kaki, dan teks (Kotak 6.2). Dalam bab ini, panduan tambahan untuk menyiapkan tampilan data akan dijelaskan ketika jenis tampilan data tersebut pertama kali diterapkan.

Kotak 6.2
Komponen Tampilan Data Statistik

Tampilan data statistik minimum harus terdiri dari:

  • Judul yang mencakup apa, di mana, dan kapan dari kasus yang menjelaskan data yang diperkenalkan.
  • Ruang data di mana data disusun dan ditampilkan untuk menunjukkan pola.
  • Catatan kaki yang menjelaskan singkatan yang digunakan, sumber data, satuan pengukuran, dan rincian atau data lain yang diperlukan.
  • Teks yang menyoroti pola utama data (teks ini mungkin muncul di dalam tabel atau grafik atau di badan laporan).

MELAKUKAN KARAKTERISASI KASUS (APA?)

Tabel biasanya digunakan untuk melakukan karakterisasi kasus penyakit atau kejadian kesehatan lainnya dan ideal untuk menampilkan nilai numerik. Selain unsur-unsur yang sama seperti yang disebutkan sebelumnya untuk semua tampilan data (Kotak 6.2), tabel memiliki judul kolom dan baris yang mengidentifikasi tipe data dan unit pengukuran yang berlaku untuk semua data dalam kolom atau baris tersebut. Tabel analitik yang terstruktur dengan baik yang diorganisir untuk menekankan pada perbandingan akan membantu Anda memahami dan menjelaskan data kepada orang lain. Dalam menyusun tabel analitik, Anda harus mulai dengan pengaturan ruang data dengan cara mengikuti seperangkat pedoman sederhana (Kotak 6.3) (1).

Kotak 6.3
Pedoman Penyusunan Data dalam Tabel
  • Bulatkan data menjadi angka dua digit signifikan atau angka efektif.
    • Menggunakan tiga atau lebih digit signifikan akan mengganggu perbandingan dan pemahaman.
    • Ketepatan tingkat tinggi biasanya tidak diperlukan untuk kepentingan epidemiologis.
    • Angka efektif merujuk pada angka yang mengandung digit tambahan bukan nol yang tidak bervariasi (misalnya, 123, 145, 168, atau 177) atau bervariasi sedikit (lihat kolom IMT pada Tabel 6.3) dalam satu kolom atau baris.
  • Tampilkan rata-rata marginal (marginal averages), angka, total, atau ringkasan statistik lainnya untuk baris dan kolom bila memungkinkan
  • Gunakan kolom untuk perbandingan data yang paling penting.
    • Angka lebih mudah dibandingkan pada kolom daripada pada baris.
  • Atur data menurut besarnya (urutkan) di sepanjang baris dan kolom ke bawah.
    • Gunakan fitur epidemiologi yang paling penting untuk menyortir data.
    • Pengorganisasian kolom dan baris data berdasarkan besarnya ringkasan statistik marginal sering membantu.
  • Jika judul baris atau kolom berupa angka (misalnya, kelompok usia), judul tersebut seharusnya menentukan urutan data
  • Gunakan tata letak tabel untuk memandu mata. Sebagai contoh,
    • Sejajarkan kolom angka pada titik desimal (atau kolom satuan).
    • Tempatkan angka secara berdekatan, yang mungkin memerlukan penggunaan singkatan pada judul kolom.
    • Hindari menggunakan garis pemisah, kisi, dan dekorasi lain dalam ruang data.
    • Gunakan arsiran (light shading) pada baris untuk membantu pembaca mengikuti data di seluruh tabel.

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 1.

Kasus biasanya disusun dalam tabel yang disebut daftar baris (line listing) (Tabel 6.1) (2). Pengaturan ini memfasilitasi penyortiran yang mengatur ulang kasus berdasarkan karakteristik yang relevan. Daftar baris pada Tabel 6.1 telah diurutkan berdasarkan hari antara vaksinasi dan onset penyakit untuk mengungkapkan pola hubungan penting antara waktu dan kejadian. Umumnya, dalam epidemiologi deskriptif, Anda mengatur kasus berdasarkan frekuensi temuan klinis (Tabel 6.2) (3). Jika penyebab penyakit tidak diketahui, penyusunan dengan cara ini dapat membantu ahli epidemiologi dalam mengembangkan hipotesis mengenai kemungkinan exposure. Misalnya, gejala pernapasan awal mungkin menunjukkan exposure melalui saluran udara bagian atas, seperti yang tercantum pada Tabel 6.2.

Tabel 6.1
Dukungan Survei dan Pengumpulan Data Menggunakan Kuesioner
Negara Bagian Usia (bulan) Jenis Kelamin Hari Dosis
New York 2 L 3 1
California 3 L 3 1
Pennsylvania 6 L 3 1
Pennsylvania 2 L 4 1
Colorado 4 P 4 1
California 7 L 4 2
Kansas 2 P 5 1
Colorado 3 L 5 1
New York 3 P 5 1
Karolina utara 4 P 5 1
Missouri 11 L 5 1
pennsylvania 3 P 7 1
California 4 P 14 2
pennsylvania 2 L 29 1
California 5 L 59 1

P, perempuan; L, laki-laki.
a RotaShield®, Wyeth-Lederle, Collegeville, Pennsylvania
b Hari dari dosis vaksin hingga munculnya (onset) penyakit

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 2

Tabel 6.2
Prevalence gejala dan gejala terkait pekerjaan pada petugas layanan lingkungan rumah sakit yang melaporkan penggunaan produk desinfeksi baru—Pennsylvania, Agustus–September 2015 (n = 68)
Gejala Jumlah yang Bergejala Jumlah dengan Gejala Terkait Pekerjaan a Persentase yang Bergejala Persentase dengan Gejala Terkait Pekerjaan a
Mata berair b 31 20 46 29
Masalah pada hidung b 28 15 41 22
Gejala mirip asma c 19 10 28 15
Sesak napas 11 5 16 7
Iritasi kulit b 10 7 15 10
Mengi (wheeze) b 10 5 15 7
Sesak di dada b 9 2 13 3
Batuk 3 1 4 1
Serangan asma b 2 1 3 1

a Didefinisikan sebagai gejala yang membaik saat jauh dari fasilitas, baik pada hari libur atau masa liburan.

b Selama 12 bulan sebelumnya.

c Didefinisikan sebagai penggunaan obat asma saat ini atau satu atau lebih gejala berikut selama 12 bulan sebelumnya: mengi atau bunyi seperti bersiul (whistling) di dada, terbangun dengan perasaan sesak di dada, atau serangan asma.

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 3

HITUNGAN DAN RATE (BERAPA BANYAK?)

Hitungan

Langkah pertama dan sederhana dalam menentukan berapa banyak adalah dengan menghitung jumlah kasus pada populasi yang menjadi fokus. Selalu periksa apakah sumber data menyediakan data kasus baru (kejadian baru di antara populasi, [incident]) atau kasus prevalent (kejadian yang ada pada titik waktu tertentu) dari kasus yang dihitung. Untuk kasus baru, tentukan periode terjadinya kasus. Jumlah kasus baru dari waktu ke waktu dalam suatu populasi disebut incidence. Jangan pernah mencampurkan kasus baru dengan kasus prevalent dalam analisis epidemiologi.

Jumlah kasus baru atau kasus prevalent dapat dibandingkan dengan norma historisnya atau nilai yang diduga atau target lainnya. Jumlah kasus ini valid untuk perbandingan epidemiologi hanya jika jumlah tersebut berasal dari populasi yang sama atau kira-kira berukuran sama.

Rate, Rasio, dan Alternatif Denominator

Rate mengoreksi penghitungan akibat ukuran populasi yang berbeda-beda atau periode studi. Dengan demikian, incidence yang dibagi dengan estimasi populasi yang tepat akan menghasilkan beberapa versi incidence rate (angka insidensi). Demikian pula, jumlah kasus prevalent dibagi dengan populasi dari tempat kasus tersebut muncul akan menghasilkan suatu proporsi yang disebut prevalence. Sebenarnya, dalam menghitung rate (angka kejadian) penyakit atau kejadian kesehatan yang Anda hitung seharusnya berasal dari populasi tertentu yang digunakan sebagai penyebut atau denominator. Namun, kadang-kadang populasinya tidak diketahui, membutuhkan biaya yang mahal untuk menentukan, atau bahkan tidak sesuai. Misalnya, rasio kematian ibu dan angka kematian bayi menggunakan kelahiran pada tahun kalender sebagai penyebut kematian pada tahun kalender yang sama, namun kematian tersebut mungkin terkait dengan kelahiran pada tahun kalender sebelumnya. Untuk menilai efek samping dari vaksin atau obat-obatan, pertimbangkan untuk menggunakan dosis total yang didistribusikan sebagai penyebut. Contoh lain adalah cedera akibat penggunaan mobil salju, yang telah dihitung baik sebagai rasio per kendaraan terdaftar dan per insiden kecelakaan (4). Kembali ke penghitungan, Anda dapat menghitung jumlah kasus yang diperkirakan akan terjadi untuk suatu populasi dengan mengalikan angka kejadian yang diperkirakan (misalnya, penghitungan historis, peningkatan pada surveilans, atau keluaran dari program pencegahan dan pengendalian) atau angka kejadian target dengan total populasi. Jumlah kasus yang diperkirakan atau target ini sekarang sudah terkoreksi untuk populasi tersebut dan dapat dibandingkan dengan jumlah kasus yang sebenarnya diamati.

Pengukuran dalam Skala Kontinu

Penyakit atau masalah kesehatan juga dapat diukur dalam skala kontinu daripada dihitung secara langsung (misalnya, indeks massa tubuh [IMT], kadar timbal dalam darah, hemoglobin darah, gula darah, atau tekanan darah). Anda dapat menggunakan titik potong empiris (misalnya, IMT ≥26 untuk kelebihan berat badan), dan selanjutnya dapat dihitung jumlah dan incidence rate-nya. Namun, pengukuran seseorang bisa berfluktuasi di atas atau di bawah nilai batas ini. Untuk menghitung incidence, perlu perhatian khusus untuk menghindari menghitung orang yang sama setiap kali fluktuasi terjadi di atas atau di bawah titik potong. Untuk prevalence, fluktuasi ini memperkuat kesalahan statistik. Pendekatan yang lebih tepat melibatkan penghitungan rata-rata dan dispersi pengukuran individu. Hasil komputasi ini kemudian dapat dibandingkan antar kelompok, terhadap nilai yang diperkirakan (expected value), atau terhadap nilai target. Rata-rata dan dispersi dapat ditampilkan dalam tabel atau divisualisasikan dalam box plot atau box-and-whiskers yang menunjukkan median, mean, interquartile range, dan outlier (Gambar 6.1) (5).

Gambar 6.1

Mean, median, range, dan interquartile range pengukuran indeks massa tubuh 1.800 penduduk, berdasarkan tingkat pendidikan: Ajloun dan Jerash Governorates, Yordania, 2012.

Gambar 6.1

Sumber: Diadaptasi dari: Proyek Penyakit Tidak Menular Ajloun, Yordania, data belum dipublikasikan, 2017.

Waktu (Kapan?)

Waktu, memiliki kepentingan khusus dalam menafsirkan data epidemiologis di mana exposure awal agen penyebab harus mendahului penyakit. Sering kali, hal ini akan mengikuti interval yang ditentukan secara biologis. Onset penyakit atau kondisi kesehatan adalah statistik terpilih (preferred statistic) untuk mempelajari pola waktu. Data terkait onset tidak selalu tersedia. Dalam sistem surveilans, Anda mungkin hanya dapat memperoleh tanggal laporan atau data pengganti onset lainnya. Selain itu, pada kondisi kesehatan yang berkembang perlahan, onset yang jelas terlihat mungkin tidak ada. Di sisi lain, cedera dan keracunan akut akan terjadi secara instan dengan onset yang jelas.

Demikian pula, ketepatan waktu dari exposure yang dicurigai juga bervariasi. Pada infeksi akut, keracunan, dan cedera, Anda akan sering memiliki waktu exposure yang tepat untuk agen berbeda yang dicurigai. Bandingkan ini dengan penyakit kronis yang bisa memiliki exposure yang berlangsung selama beberapa dekade sebelum penyakit berkembang dengan jelas. Kejadian relevan lainnya yang melengkapi (supplementing) kerangka kronologis dari suatu masalah kesehatan termasuk kondisi lingkungan yang mendasarinya (underlying), perubahan kebijakan kesehatan, dan penerapan tindakan pengendalian dan pencegahan.

Menghubungkan penyakit dengan kejadian dari segi waktu dapat mendukung penghitungan karakteristik utama suatu penyakit atau kejadian kesehatan. Jika Anda mengetahui onset dan waktu exposure yang diduga, Anda dapat memperkirakan masa inkubasi atau masa laten. Ketika agen tidak diketahui, interval waktu antara exposure yang diduga dan timbulnya gejala akan membantu dalam pengembangan hipotesis etiologi. Misalnya, interval waktu yang konsisten antara vaksinasi rotavirus dan timbulnya intususepsi (Tabel 6.1) membantu membangun hipotesis bahwa vaksin memicu terjadinya penyakit (1). Demikian pula, ketika masa inkubasi diketahui, Anda dapat memperkirakan periode waktu exposure dan mengidentifikasi exposure agen penyebab potensial selama periode tersebut.

Menggambarkan Data berdasarkan Waktu: Grafik

Grafik paling sering digunakan untuk menampilkan asosiasi waktu dan pola dalam data epidemiologi, antara lain grafik garis, histogram (kurva epidemi), dan scatter diagram (lihat Kotak 6.4 untuk pedoman umum pembuatan grafik epidemiologi).

Kotak 6.4
Pedoman Penyajian Data Grafis
  • Berhati-hatilah dalam memilih jenis grafik dalam program grafik komputer. Di Microsoft Excel (Microsoft Corporation, Redmond, WA), misalnya, Anda harus menggunakan "scatter", bukan "line" untuk menghasilkan grafik garis berskala numerik.
  • Patuhi prinsip matematika dalam mem-plot data dan membuat skala sumbu.
  • Pada skala aritmatika, wakili unit numerik yang sama dengan jarak yang sama pada sumbu.
  • Saat menggunakan data yang ditransformasikan (misalnya, logaritmik, dinormalisasi (normalized), atau diberi peringkat), wakili unit yang sama dari data yang telah ditransformasikan dengan jarak yang sama pada sumbu.
  • Gambarkan variabel terikat (dependent variable) pada skala vertikal dan variabel bebas (independent variable) dalam skala horizontal.
  • Gunakan alternatif untuk menggabungkan titik data menggunakan garis. Pertimbangkan:
    • Tidak menggunakan garis sama sekali (gunakan penanda data saja).
    • Garis tren yang paling sesuai yang mendasari penanda data.
    • Garis moving average yang mendasari penanda data.
  • Aspek rasio (lebar: tinggi) sekitar 2:1 merupakan rasio yang baik. Aspek rasio yang ekstrem akan mendistorsi data.
  • Sesuaikan besar grafik untuk mengisi ruang data dan untuk meningkatkan resolusi. Jika hal ini berarti Anda harus mengeluarkan angka nol (zero level), lakukanlah, tetapi beri catatan untuk pembaca tentang apa yang anda lakukan.
  • Jangan memaksakan untuk menggunakan angka nol kecuali merupakan suatu fitur integral dari data (misalnya, titik akhir).
  • Gunakan desain grafis yang mengungkapkan data dari yang luas hingga yang rinci.
  • Untuk membandingkan dua garis, plot perbedaannya secara langsung.
  • Gunakan simbol yang menonjol secara visual untuk mem-plot dan menekankan data yang penting.
  • Pastikan simbol plot yang tumpang tindih dapat dibedakan.
  • Ketika dua atau lebih kumpulan data diplot dalam ruang data yang Sama
    • Buat penanda titik dan garis untuk pembedaan visual; dan
    • Bedakan dengan label, legenda atau kunci
  • Untuk menghindari kerancuan dan mempertahankan perbandingan yang tidak terdistorsi, pertimbangkan untuk menggunakan dua atau lebih panel yang terpisah untuk tingkatan yang berbeda pada grafik yang sama.
  • Saat membandingkan dua grafik untuk variabel terikat yang sama, gunakan skala yang memudahkan perbandingan dan resolusi yang lebih baik.
  • Tunjukkan dengan jelas pembagian skala dan unitnya.
  • Minimalkan bingkai, garis kisi (gridlines), dan titik pada sumbu (tickmarks) (cukup 6–10/ sumbu) untuk menghindari kerancuan (interference) pada data.
  • Gunakan enam atau kurang nama titik pada sumbu. Jika lebih dari itu, penggunaan nama titik pada sumbu akan membingungkan.
  • Hindari penempatan legenda, keterangan, penanda, dan anotasi lainnya dari ruang data. Sebaiknya, letakkan di luar wilayah data.
  • Periksa ulang grafik Anda.

Diagram Kontak

Diagram kontak adalah alat yang sering digunakan untuk mengungkapkan hubungan antar kasus individual dengan waktu. Dalam diagram kontak (Gambar 6.2, panel A) (5) yang biasanya digunakan untuk memvisualisasikan penularan dari orang ke orang, penanda yang berbeda digunakan untuk menunjukkan kelompok berbeda yang terpapar atau berisiko.


Gambar 6.2

Kontak antara kasus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) diantara para kerabat dan petugas kesehatan, Beijing, China, 2003

Gambar 6.2

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 5.

Kurva Epidemi

Kurva epidemi (Kotak 6.5) adalah histogram distribusi frekuensi incident penyakit atau kejadian kesehatan lainnya yang ditampilkan dalam interval waktu. Kurva epidemi sering memiliki pola yang mengungkapkan kemungkinan cara penularan. Bagian berikut menjelaskan jenis situasi epidemi tertentu yang dapat didiagnosis dengan mem-plot kasus pada kurva epidemi.

Kotak 6.5
Pedoman Histogram Kurva Epidemi
  • Interval waktu ditunjukkan pada sumbu x dan jumlah kasus pada sumbu
  • Batang tegak di setiap interval mewakili jumlah kasus selama interval tersebut.
  • Seharusnya tidak ada celah di antara batang.
  • Gunakan interval waktu setengah periode inkubasi atau periode latensi atau kurang.
  • Kurangi ukuran interval waktu seiring bertambahnya jumlah kasus.
  • Tunjukkan interval 1-2 periode inkubasi sebelum KLB meningkat dan setelah kembali normal.
  • Gunakan kurva epidemi yang terpisah dan berskala sama untuk menunjukkan kelompok yang berbeda.
  • Jangan menumpuk kolom untuk kelompok yang berbeda di atas satu sama lain dalam grafik yang sama.
  • Gunakan grafik garis overlay, label, penanda, dan garis referensi untuk menunjukkan dugaan exposure, intervensi, kasus khusus, atau fitur utama lainnya.
  • Bandingkan hubungan kasus selama periode pra-dan pasca-epidemi ini dengan KLB utama.

Point Source

Suatu kurva epidemi dengan pengelompokan kasus yang berhimpitan waktunya (≤1,5 kali rentang periode inkubasi, jika agen diketahui) dan dengan penurunan yang tajam dan konsisten dengan point source (Gambar 6.3) (6). Variasi pada lereng (misalnya, bimodal atau puncak yang lebih luas dari yang diharapkan) mungkin menunjukkan ide yang berbeda tentang penampilan, persistensi, dan hilangnya exposure sumber. Sebagai catatan, pemberian antimikroba, imunoglobulin, antitoksin, atau obat lain yang bekerja cepat dapat menyebabkan KLB yang lebih pendek dari yang diperkirakan dengan penurunan yang terbatas.

Gambar 6.3

Kasus salmonellosis pada penumpang penerbangan dari London ke Amerika Serikat, 13-14 Maret 1984

Gambar 6.3

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 6.

Untuk memperkirakan waktu exposure, hitung mundur ke masa inkubasi rata-rata sebelum puncak, masa inkubasi minimum dari kasus awal, dan masa inkubasi maksimum dari kasus terakhir. Ketiga poin ini harus membatasi periode pemaparan. Jika intervensi tindakan cepat diambil cukup dini untuk mencegah kasus, jangan hitung kontribusi kasus terakhir ke dalam estimasi ini.

KLB dengan mode penularan point source mengakibatkan orang yang terinfeksi mungkin telah menularkan agen secara langsung atau melalui suatu perantara ke orang lain. Kasus sekunder ini mungkin muncul sebagai gelombang yang menonjol setelah sumber poin dengan satu periode inkubasi, seperti yang diamati setelah sumber poin KLB hepatitis E yang dipicu oleh perbaikan saluran air yang rusak (Gambar 6.4) (7). Pada penyakit dengan inkubasi yang lebih pendek dan tingkat penyebaran sekunder yang lebih rendah, gelombang sekunder mungkin hanya muncul sebagai lereng bawah yang lebih panjang.

Gambar 6.4

Kasus penyakit kuning, berdasarkan minggu onset: Jafr, Kegubernuran Ma’an, Yordania, Juni – Oktober 1999

Gambar 6.4

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 7.

Continuous Common Source

KLB dapat muncul dari sumber umum yang terus berlanjut dari waktu ke waktu. Kurva epidemi point source yang berlanjut ini akan meningkat tajam, mirip dengan point source. Namun, alih-alih meningkat ke puncak, jenis kurva epidemi ini memiliki plateau. Lereng bawah bisa terjal jika sumber yang sama dihilangkan atau bertahap jika habis sendiri. Peningkatan yang cepat, plateau, dan lereng yang curam ditemui pada KLB salmonellosis dari keju yang didistribusikan ke beberapa restoran dan kemudian ditarik kembali (Gambar 6.5).

Gambar 6.5

Kasus infeksi Salmonella enterica serovar Heidelberg, berdasarkan tanggal mulai sakit: Colorado, 10 Juli – 17 Agustus 1976

Gambar 6.5

Propagated

Pola propagated muncul bersama dengan agen yang dapat menular dari orang ke orang, biasanya secara langsung tetapi kadang-kadang melalui perantara. Pola propagated ini memiliki empat karakteristik utama (Kotak 6.6).

Kurva epidemi yang menyertai diagram kontak SARS (Gambar 6.2, panel B) menggambarkan fitur ini, termasuk gelombang dengan perkiraan periodisitas 1 minggu. Perilaku tertentu (misalnya, kecanduan narkoba atau penyakit sosiogenik masal) mungkin menyebar dari orang ke orang, tetapi kurva epidemi tidak selalu mencerminkan waktu generasi. Kurva epidemi untuk wilayah geografis yang luas mungkin tidak mengungkapkan periodisitas awal atau karakteristik peningkatan dan penurunan KLB yang menyebar. Untuk area yang lebih besar, stratifikasi kurva epidemi dengan subunit yang lebih kecil dapat mengungkapkan periodisitas yang mendasarinya.

Kotak 6.6
Karakteristik Kurva Epidemi Propagated
  • Kurva mencakup beberapa periode generasi agen.
  • Kurva mulai dengan satu atau jumlah kasus yang terbatas dan meningkat dengan lereng yang meningkat secara bertahap.
  • Sering kali, periodisitas yang setara dengan periode generasi agen mungkin terlihat jelas selama tahap awal KLB.
  • Setelah puncak KLB, semakin menurunnya jumlah inang yang rentan biasanya akan menyebabkan penurunan yang cepat.

Manusia–Vektor–Manusia

Penyakit yang ditularkan melalui vektor menyebar antara vektor artropoda dan inang vertebrata. Enam perbedaan biologis dalam perkembangbiakan manusia-vektor-manusia akan mempengaruhi ukuran dan bentuk kurva epidemi (Kotak 6.7). Dua faktor terakhir yang tercantum dalam kotak akan menyebabkan puncak yang tidak teratur selama perkembangan KLB dan penurunan yang tajam.

Kotak 6.7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Penularan Manusia–Vektor–Manusia Sepanjang Waktu
  • Vektor Artropoda menyebar tanpa pandang bulu. Bandingkan ini dengan interaksi sosial manusia yang mengatur penularan dari orang ke orang. Gelombang sekuensial penularan manusia-vektor-manusia cenderung lebih besar daripada penularan dari orang ke orang.
  • Periode generasi antara gelombang KLB biasanya lebih lama dibandingkan dengan penularan dari orang ke orang karena dua periode inkubasi berurutan, melibatkan faktor ekstrinsik pada vektor dan intrinsik pada manusia.
  • Setelah terinfeksi, vektor artropoda tetap berada dalam kondisi terinfeksi sampai vektor mati. Hal ini cenderung memperpanjang gelombang KLB yang ditularkan melalui vektor.
  • Peningkatan suhu lingkungan mempercepat multiplikasi agen infeksi pada artropoda. Akibatnya, hal ini akan mempercepat dan memperkuat perkembangan epidemi.
  • Suhu rata-rata harian kurang dari 68ºF (<20ºC) biasanya menghambat perkembangbiakan agen infeksi pada artropoda.
  • Populasi Artropoda dapat tumbuh secara eksplosif dan dapat menurun bahkan lebih cepat. Kondisi ini akan tercermin pada ketidakstabilan kurva epidemi.

KLB demam berdarah yang timbul dari satu kasus impor di kota Cina Selatan mengungkapkan keberadaan beberapa ciri ini (Gambar 6.6) (8). Setelah kasus awal teridentifikasi, 15 hari berlalu hingga puncak generasi pertama kasus baru tercapai. Tindakan pengendalian yang menargetkan larva dan nyamuk dewasa dari vektor nyamuk Aedes aegypti dan A. albopictus dimulai pada akhir generasi pertama. Garis tersebut menunjukkan penurunan yang cepat di rumah yang banyak terdapat aedes (House Index). Penurunan cepat dalam kasus demam berdarah terjadi dengan mengikuti penurunan densitas vektor ini.

Gambar 6.6

Tanggal onset 185 kasus demam berdarah di pelabuhan perikanan: Provinsi Guangdong, China, 2007

Gambar 6.6

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 8.

Zoonosis

Kurva epidemi untuk penyakit zoonosis pada manusia biasanya mencerminkan variasi prevalence di antara populasi hewan reservoir yang berbeda. Prevalence ini dimodifikasi oleh variabilitas kontak antara manusia dan hewan reservoir dan, untuk zoonosis yang ditularkan melalui vektor, kontak dengan vektor artropoda.

Lingkungan

Kurva epidemi dari penyakit penyebaran lingkungan mencerminkan interaksi kompleks antara agen dan lingkungan, serta faktor-faktor yang menyebabkan manusia terpapar sumber lingkungan. KLB yang muncul dari sumber lingkungan biasanya mencakup beberapa generasi atau masa inkubasi agen tersebut. Anda harus memasukkan representasi dari faktor lingkungan yang dicurigai (misalnya, curah hujan yang berhubungan dengan leptospirosis pada Gambar 6.7 [9]) pada kurva epidemik. Dalam contoh ini, hampir setiap puncak curah hujan mendahului puncak leptospirosis sehingga mendukung hipotesis mengenai pentingnya air dan lumpur dalam penularan.

Gambar 6.7

Kasus Leptospirosis berdasarkan minggu masuk rumah sakit dan curah hujan di Salvador, Brasil, 10 Maret – 2 November 1996

Gambar 6.7

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 9.

Waktu Relatif

Sebagai alternatif untuk membuat plot onset berdasarkan waktu kalender, pembuatan plot waktu antara exposure yang dicurigai dan onset dapat membantu Anda memahami situasi epidemiologi. Misalnya, plot hari antara kontak dengan pasien SARS dan timbulnya SARS pada orang yang melakukan kontak akan menunjukkan perkiraan masa inkubasi (Gambar 6.8) (5).

Gambar 6.8

Hari (interval 2 hari) antara onset kasus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan tanggal onset kasus dari sumber terkait: Beijing, Cina, Maret-April 2003

Gambar 6.8

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 5.

Tampilan Beberapa Strata

Untuk mengungkapkan pola internal yang khas (misalnya, dengan exposure, metode deteksi kasus, tempat, atau karakteristik pribadi) dalam distribusi waktu, kurva epidemi harus distratifikasi (Gambar 6.9). Stratifikasi ini menempatkan setiap strata pada garis dasar (baseline) yang datar sehingga memungkinkan perbandingan yang tidak terdistorsi. Penumpukan strata yang berbeda di atas satu sama lain tidak direkomendasikan (seperti pada Gambar 6.7), karena menyulitkan untuk membandingkan pola waktu berdasarkan kelompok.

Gambar 6.9

Kasus demam tifoid berdasarkan tanggal onset, Tabuk, Arab Saudi, April-Juni 1992

Gambar 6.9

Memeriksa Angka menurut Waktu

Angka penyakit temporal biasanya digambarkan dengan menggunakan grafik garis (Kotak 6.4). Sumbu x mewakili periode yang diinginkan. Sumbu y mewakili angka kejadian kesehatan. Untuk sebagian besar kondisi, ketika angka bervariasi lebih dari satu atau dua urutan besaran, skala aritmatika dianjurkan untuk digunakan. Untuk angka yang lebih bervariasi, skala logaritmik untuk sumbu y direkomendasikan untuk tujuan epidemiologi (Gambar 6.10) (10). Anda juga harus menggunakan skala logaritmik untuk membandingkan dua atau lebih kelompok populasi. Angka dengan perubahan waktu yang sama (misalnya, penurunan 10%/tahun) akan menghasilkan garis divergen yang menyesatkan pada plot aritmatika, sedangkan skala logaritmik akan menghasilkan garis sejajar.

Gambar 6.10

Angka kematian berdasarkan usia per 100.000 penduduk/tahun: Amerika Serikat, 1910, 1950, dan 1998

Gambar 6.10

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 10.

Tren Sekuler

Untuk sebagian besar kondisi, karakteristik waktu yang menarik adalah tren sekuler, yaitu angka penyakit selama beberapa tahun atau dekade. Tren sekuler dari kanker serviks invasif (Gambar 6.11) menunjukkan penurunan yang stabil selama 37 tahun (11). Kebijakan kesehatan baru pada tahun 1970 dan 1995 yang memperluas cakupan skrining Papanicolaou smear untuk perempuan pada awalnya diikuti oleh penurunan yang lebih tajam dan selanjutnya tren penurunan berubah menjadi mendatar. Ini menunjukkan bagaimana pengkajian tren sekuler dapat membawa perhatian pada kejadian-kejadian penting, peningkatan pengendalian, perubahan kebijakan, fenomena sosiologis, atau faktor lain yang telah mengubah epidemiologi suatu penyakit.

Gambar 6.11

Surveilans Epidemiologi Kanker Serviks (invasif), dan Hasil Akhir Program terkait Insiden dan Angka Kematian: Amerika Serikat, 1999–2013

Gambar 6.11

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 11.

Pola Musiman dan Siklus

Untuk kondisi tertentu, deskripsi berdasarkan musim, bulan, hari dalam seminggu, atau bahkan waktu dapat mengungkapkan informasi terkait kondisi tersebut. Pola musiman dapat diringkas dalam kurva musiman (Kotak 6.8). Selanjutnya, stratifikasi kurva musiman dapat memperlihatkan perbedaan utama berdasarkan tempat, orang, atau fitur lainnya (Gambar 6.12) (12).

Kotak 6.8
Pedoman Kurva Musiman
  • Gunakan data dari beberapa tahun (≥5).
  • Rangkum data dengan angka rata-rata, jumlah rata-rata, atau total untuk semua Januari, Februari, dan seterusnya untuk setiap bulan tersebut selama 12 bulan.
  • Gunakan interval lain (misalnya, minggu atau hari) yang sesuai.
  • Plot angka, rata-rata, atau total untuk setiap interval pada histogram atau grafik garis.
  • Plot persentase total untuk tahun yang diwakili oleh setiap interval; namun, berhati-hatilah saat menafsirkan persentase total.
  • Gunakan titik awal dan akhir yang redundan (lihat Gambar 6.9 hingga 6.14) untuk memvisualisasikan tren antara bulan terakhir dan pertama dari siklus.
  • Jenis kurva ini dapat dibuat untuk setiap siklus waktu (misalnya, waktu hari, hari dalam seminggu, atau minggu musim influenza).
Gambar 6.12

Distribusi musiman kasus malaria, berdasarkan bulan deteksi oleh relawan di empat desa: El Salvador, 1970–1977

Gambar 6.12

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 12.

Memeriksa Data Berdasarkan Tempat (Di mana?)

Saat membuat grafik dan menafsirkan distribusi penyakit berdasarkan tempat, ingatlah hukum geografi pertama Waldo Tobler: "Segala sesuatu terkait dengan segala sesuatu yang lain, tetapi hal-hal yang dekat lebih terkait daripada hal-hal yang jauh" (13). Asosiasi jarak kasus atau angka ini paling baik dipahami di peta. Selain itu, peta menampilkan banyak detail mendasar untuk dibandingkan dengan distribusi penyakit. Dalam membuat peta epidemiologi, Anda harus mengikuti pedoman dasar tertentu (Kotak 6.9).

Kotak 6.9
Pedoman Mengenai Area Tampilan Data Peta Epidemiologi
  • Tunjukkan skala sebagai rasio (misalnya, 1:100.000), batang skala (misalnya, batang 1 cm = 50 m), atau tanda pada sumbu x dan y (menunjukkan jarak linier atau garis bujur dan garis lintang).
  • Pada peta yang mewakili wilayah daratan, tunjukkan garis bujur dan garis lintang serta orientasi (yaitu, dengan menggunakan panah yang mengarah ke utara).
  • Pastikan bahwa penentuan skala dilakukan dengan akurat untuk semua fitur di area peta, terutama untuk indikator lokasi penyakit dan exposure yang potensial.
  • Kurangi fitur tambahan yang menghalangi penglihatan yang jelas tentang penyakit dan exposure yang potensial. Fitur tersebut mungkin termasuk batas-batas administratif yang rinci atau garis bujur-lintang.

Informasi tentang tempat orang yang terkena dampak mungkin mencakup tempat tinggal, tempat kerja, sekolah, tempat rekreasi, tempat lain yang relevan, atau pergerakan antara titik geografis tertentu. Bedakan antara tempat onset, tempat diketahui atau dugaan exposure, dan tempat identifikasi kasus. Tempat-tempat ini sering berbeda dan memiliki implikasi epidemiologi yang berbeda. Informasi tentang tempat dapat bervariasi ketepatannya, mulai dari koordinat geografis rumah atau tempat tidur di rumah sakit hingga negara bagian dari tempat tinggal. Karena perkiraan populasi atau sensus mengikuti wilayah geografis standar (misalnya, kota, jalur sensus, distrik, negara bagian, atau negara), penentuan angka juga dibatasi untuk wilayah yang sama.

Spot Map

Gunakan spot map untuk mengungkapkan hubungan spasial antar kasus, dan antara kasus dan fitur geografis. Kasus dapat diplot pada peta dasar (Gambar 6.13[ 14]), tampilan satelit dari area tersebut, denah lantai, atau diagram skala akurat lainnya untuk membuat spot map. Titik, waktu onset, nomor identifikasi kasus untuk pengindeksan dengan daftar baris, atau simbol lain mungkin digunakan untuk mewakili kasus penyakit (Kotak 6.10). Contoh spot-map KLB demam berdarah menggunakan titik-titik yang lebih besar untuk mewakili kasus-kasus yang dikelompokkan dalam ruang dan waktu dan memberi nomor pada kelompok-kelompok ini untuk merujuk ke tabel (tidak ditampilkan). Peta ini mengungkapkan lokasi kasus pertama di kawasan bisnis dan klaster awal yang besar di sekitarnya (Gambar 6.13) (14). Kasus yang tidak termasuk dalam kelompok ditandai dengan titik-titik yang lebih kecil. Titik-titik ini tersebar luas, menunjukkan bahwa mereka tidak terinfeksi dari lingkungan lokal mereka.

Gambar 6.13

Pengelompokan ruang-waktu yang signifikan (dinilai dengan uji Knox) dari kasus demam berdarah di kota Cairns, Australia, Januari – Agustus 2003

Gambar 6.13

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 14.

Kotak 6.10
Penggambaran Data Pada Peta Epidemiologi
Spot Map
  • Tempatkan semua titik secara akurat.
  • Pastikan bahwa titik-titik yang tumpang tindih dapat dibedakan.
  • Pastikan bahwa exposure potensial mudah dikenali dan diberi label.
  • Tunjukkan daerah yang berpenduduk sedikit atau tidak berpenghuni.
  • Tandai kasus yang menjadi fokus utama.

Area Map (PATCH ATAU CHOROPLETH)

  • Untuk menunjukkan intensitas numerik, gunakan peningkatan intensitas abu-abu dari putih menjadi hitam. Jika menggunakan warna, gunakan peningkatan intensitas rona yang sama.
  • Untuk menunjukkan divergensi dari rentang rata-rata, gunakan warna putih untuk rentang tengah dan intensitas pendalaman dua rona berbeda untuk strata divergen pada ekstrem yang berlawanan.
  • Untuk menunjukkan kualitas nominatif (non-numerik), gunakan corak warna atau pola isian yang berbeda.
  • Untuk menunjukkan tidak ada data, gunakan pola rona atau isian yang berbeda.
  • Biarkan perbedaan dalam arsiran area peta menentukan dan mengganti garis batas internal yang terperinci.
  • Sertakan keterangan atau legenda untuk memperjelas fitur peta (misalnya, kasus penyakit, tingkat, dan exposure).
  • Pertimbangkan untuk menunjukkan level nol secara terpisah.
  • Tunjukkan rentang data dalam keterangan.
  • Buat beberapa peta untuk menunjukkan hubungan kasus dengan fitur latar belakang yang berbeda untuk menginformasikan hubungan geografis antara penyakit dan exposure.
  • Gunakan wilayah administrasi sekecil mungkin yang dapat digunakan sebagai pembilang dan penyebut.

Anda juga dapat menggunakan spot map untuk mewakili desa, kota, atau unit populasi kecil lainnya yang terkena dampak. Jika penyebut unit populasi diketahui, titik-titik dengan ukuran atau arsiran yang berbeda (Kotak 6.10) dapat mewakili rate atau rasio.

Spot map yang mem-plot kasus memiliki kelemahan umum. Pola yang diamati mungkin mewakili variabilitas dalam distribusi populasi yang mendasarinya. Saat menafsirkan spot map, ingatlah distribusi populasi dengan perhatian khusus pada daerah yang tidak berpenghuni (misalnya, taman, tanah kosong, atau gudang yang ditinggalkan) atau daerah padat penduduk.

Peta Area dan Rate

Rate biasanya ditampilkan pada peta area (misalnya, patch atau choropleth). Peta tersebut dibagi ke dalam daerah pencacahan penduduk yang rate atau rasionya dapat dihitung. Daerah-daerah tersebut kemudian diurutkan ke dalam strata berdasarkan rate, dan strata diarsir (Kotak 6.10) menurut besarnya rate.

Hitung dan plot rate untuk area sekecil mungkin. Misalnya, peta demam rickettsia di Amerika Serikat secara efektif menampilkan berbagai tingkat risiko infeksi pada manusia (Gambar 6.14) (15). Hindari menggunakan peta area untuk menampilkan jumlah kasus. Menggunakan pembilang (numerator) saja akan membuat kita kehilangan manfaat dari spot map (menunjukkan lokasi yang tepat dan fitur latar belakang yang rinci) dan peta area (menunjukkan rate).


Gambar 6.14

Insidence Rate Demam Ricketsia† yang dilaporkan berdasarkan wilayah: Amerika Serikat, 2000-2003

Gambar 6.14

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 15.

Scatter Plot

Scatter Plot adalah instrumen serbaguna untuk mengeksplorasi dan mengkomunikasikan data. Plot ini menunjukkan hubungan antara dua variabel skala numerik (Gambar 6.15) (16). Setiap titik di area plot mewakili besaran gabungan dari dua variabel. Sebagai konvensi dalam merencanakan hubungan epidemiologi atau geografis, variabel penjelas (exposure, lingkungan, atau geografis) diplot pada sumbu x, dan hasilnya (tingkat atau pengukuran kesehatan individu [misalnya, IMT]) diplot pada sumbu y.

Gambar 6.15

Kematian akibat kolera per 10.000 penduduk dan ketinggian air pasang di atas rata-rata berdasarkan distrik di London, Inggris, 1849

Gambar 6.15

Sumber: Diadaptasi dari Referensi 15.

Ketika pola titik-titik tersebut membentuk pola linier yang kompak, maka Anda dapat menduga adanya hubungan yang kuat antara kedua variabel tersebut. Pada Gambar 6.15, pola khas dari angka kematian kolera yang meningkat pesat terlihat saat ketinggian area mendekati ketinggian air Sungai Thames. Kondisi ini mengungkapkan bahwa faktor tersebut dan exposure lingkungan juga terkait dengan dataran rendah (misalnya, drainase limbah yang buruk) mungkin telah berkontribusi terhadap kejadian kolera.

Orang (Di kalangan Siapa?)

Mengenali pola penyakit dengan karakteristik orang (misalnya, usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, atau status imunisasi) merupakan unsur kelima dalam epidemiologi deskriptif. Dua kualifikasi penting berlaku untuk penilaian data orang. Pertama, penentuan angka lebih sering dibutuhkan daripada penentuan waktu dan tempat. Kedua, usia merupakan determinan independen yang kuat untuk banyak penyebab morbiditas dan mortalitas.

Pengelompokan Sosial dan Kontak Pribadi

Pengelompokan sosial bisa dari unsur yang kecil seperti rumah tangga atau luas seperti jaringan sosial yang dihubungkan oleh kepentingan bersama. Proses epidemiologis yang mendasarinya mungkin menghasilkan distribusi penyakit di dalam dan di antara kelompok-kelompok sosial yang bervariasi mulai dari agregasi yang kuat hingga keacakan atau keseragaman. Distribusi berkelompok mungkin merupakan hasil dari exposure umum anggota kelompok, agen yang ditularkan melalui kontak pribadi, exposure lingkungan di tempat tinggal atau area pertemuan, lokasi rumah di dekat atau di dalam area lingkungan berisiko tinggi. Distribusi acak atau seragam menunjukkan bahwa exposure berada di luar kelompok.

Untuk penyakit atau perilaku yang menyebar melalui kontak atau hubungan individu, diagram kontak mengungkapkan pola penyebaran ditambah rincian penting seperti kasus indeks dan outlier. Dalam contoh diagram, kedekatan dan kualitas hubungan, waktu antar onset, dan tempat kontak ditampilkan melalui simbol dan arsiran yang berbeda (Gambar 6.2) (5). Untuk mendukung kemungkinan adanya penularan dari orang ke orang, Anda juga harus melihat bahwa waktu antar onset kasus terlihat mendekati periode inkubasi penyakit yang telah diketahui (Gambar 6.8) (5).

Usia

Dalam sebagian besar analisis deskriptif, ahli epidemiologi akan menentukan angka penyakit berdasarkan usia. Penentuan ini bisa cukup sederhana dengan menemukan bahwa kejadian kesehatan hanya mempengaruhi kelompok usia tertentu atau cukup rumit karena harus membandingkan angka pada usia tertentu di antara beberapa kelompok. Usia mewakili tiga kategori penentu risiko penyakit yang berbeda (Kotak 6.11). Karena usia merupakan penentu penyakit yang menyebar dan karena kelompok populasi sering kali berbeda dalam struktur usia mereka, penyesuaian usia (standarisasi) adalah alat yang berguna untuk membandingkan angka antar kelompok populasi (17). Angka yang disesuaikan dengan usia dapat digunakan untuk membandingkan populasi dari daerah yang berbeda, dari daerah yang sama pada waktu yang berbeda, dan antar karakteristik lainnya (misalnya, etnis atau status sosial ekonomi).

Kotak 6.11
Tiga Interpretasi Umum Distribusi Usia
  • Kondisi inang (host) dan kerentanannya terhadap penyakit. Orang-orang dari berbagai usia sering berbeda dalam kerentanan atau kecenderungannya untuk terkena penyakit. Usia adalah salah satu penentu terpenting pada penyakit kronis, pada penyakit menular, dan kematian.
  • Intensitas exposure agen penyebab yang berbeda.
  • Berjalannya waktu. Orang yang lebih tua memiliki waktu exposure keseluruhan yang lebih panjang atau mungkin telah terpapar pada periode yang berbeda ketika exposure latar belakang terhadap agen tertentu lebih besar. Penyakit dengan periode laten yang lama (misalnya, TBC) mungkin mencerminkan exposure yang terjadi dalam beberapa dekade di masa lalu.

Analisis IMT berdasarkan usia dari Ajloun dan Jerash Governorates, Yordania, menunjukkan adanya peningkatan IMT dan akumulasi prevalence kelebihan berat badan untuk orang berusia 18–75 tahun (Tabel 6.3) (Ajloun Non-Communicable Disease Project, Jordan, data belum dipublikasikan, 2017). Sebagai alternatif untuk penggunaan tabel, diagram (Kotak 6.12) (misalnya, diagram titik) (Gambar 6.16, panel A) atau diagram batang klaster horisontal (Gambar 6.16, panel B) akan meningkatkan persepsi pola dalam data, dibandingkan dengan tabel. Grafik batang klaster dengan lebih dari dua batang per klaster (misalnya, Gambar 6.16, panel B) tidak disarankan.

Tabel 6.3
Indeks massa tubuh (IMT) dan persentase kelebihan berat badan untuk 1.800 orang dewasa, berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin, Ajloun, Yordania, 2012
Kelompok umur (thn) Orang – L Orang – P Orang – Keseluruhan IMT (SD) – L IMT (SD) – P IMT (SD) – Keseluruhan IMT 26 (%) – L IMT 26 (%) – P IMT 26 (%) – Keseluruhan
18–29 189 251 440 24,7 (4,9) 24.6 (5.2) 24.6 (5.1) 30 32 31
30–39 242 249 491 27.2 (4.7) 29.1 (6.2) 28.2 (5.6) 54 70 62
40–49 198 182 380 28.4 (4.9) 30.8 (7.6) 29,6 (6,5) 66 77 72
50–59 84 119 203 28.5 (6.4) 30,7 (5,7) 29.8 (6.1) 67 82 76
60–74 90 110 200 29.0 (6.1) 30.9 (7.2) 30.1 (6.8) 71 78 75
75–99 43 43 86 26.9 (3.6) 29.6 (5.7) 28.3 (4.9) 58 70 64
Semua Usia 846 954 1.800 27.2 (5.3) 28.7 (6.8) 28.0 (6.2) 55 64 60

IMT, indeks massa tubuh; P, perempuan; L, laki-laki; SD, simpangan baku.

Sumber: Proyek Penyakit Tidak Menular Ajloun, Yordania, Data tidak dipublikasikan, 2017.

Kotak 6.12
Panduan Untuk Menyiapkan Grafik
  • Grafik menyajikan informasi statistik yang membandingkan nilai numerik untuk sekumpulan karakteristik nominatif berganda atau karakteristik numerik yang dikelompokkan.
  • Penyajian data dapat diganti dengan tabel. Pilihan antara tabel dan grafik akan tergantung pada tujuan, audiens, dan kompleksitas data.
  • Grafik terbaik untuk pemahaman yang cepat dan akurat adalah plot titik, box plot (box- and-whisker plot), dan diagram batang sederhana.
  • Hindari diagram lingkaran, diagram batang klaster, diagram batang bertumpuk, dan jenis lainnya yang tidak disajikan dalam bab ini.
  • Dot plots, box plots, dan diagram batang lebih mudah dipahami dan dibaca jika disejajarkan secara horizontal (dengan sumbu numerik horizontal).
  • Mengurutkan kategori nominatif berdasarkan besaran nilai numerik membantu pemahaman pembaca. Jika variabel klasifikasi adalah numerik (misalnya, kelompok usia), urutkan berdasarkan kategori numerik.
  • Diagram titik adalah yang paling serbaguna dan lebih mudah dipahami, terutama karena jumlah kategori meningkat.
Gambar 6.16

Dot chart (A) dan diagram batang klaster (B) perbandingan indeks massa tubuh rata-rata orang dewasa, menurut kelompok umur dan jenis kelamin: Provinsi Ajloun dan Jerash Yordania, 2012

Gambar 6.16

Sumber: Diadaptasi dari Ajloun Non-Communicable Disease Project, Jordan, unpublished data, 2017.

Karakteristik Orang Lainnya

Analisis berdasarkan karakteristik orang lainnya dalam epidemiologi deskriptif melibatkan perbandingan angka atau data numerik lainnya dengan kelompok karakteristik yang berbeda. Misalnya, prevalence kelebihan berat badan dalam data Ajloun dapat dibandingkan dengan menggunakan tingkat pendidikan yang berbeda. Pendekatan yang lebih tepat untuk memperkirakan berapa banyak dalam pengukuran pada skala kontinu telah dibahas di bagian sebelumnya dalam bab ini, yang mungkin digunakan untuk menghitung rata-rata dan dispersi pengukuran IMT individu, seperti yang ditunjukkan pada box-dan-whisker plot (box-and-whiskers) (Gambar 6.1).

BEST PRACTICES

Tabel, grafik, dan bagan yang disajikan dalam bab ini telah ditentukan secara eksperimental untuk memberikan tampilan terbaik dalam menyampaikan informasi dan pola data. Dengan demikian, meskipun sering ditemui tampilan yang kurang efisien dan tidak akurat, tidak direkomendasikan.

REFERENSI

  1. Ehrenberg AC. The problem of numeracy. Am Stat. 1981;35:67–71.
  2. Centers for Disease Control and Prevention. Intussusception among recipients of rotavirus vaccine—United States, 1998–1999. 1999;48:577–81.
  3. Hawley B, Casey ML, Cox-Ganser JM, Edwards N, Fedan KB, Cummings KJ. Notes from the field: respiratory symptoms and skin irritation among hospital workers using a new disinfection product—Pennsylvania, 2015. 2016;65:400–1.
  4. Centers for Disease Control and Prevention. Injuries and deaths associated with use of snowmobiles—Maine, 1991–1996. 1997;46:1–4.
  5. Xie S, Zeng G, Lei J, dkk. A highly efficient transmission of SARS among extended family and hospital staff in Beijing, China, April 2003. Presented at the 2nd Southeast Asian and Western Pacific Bi-Regional TEPHINET Scientific Conference, November 24–28, 2003, Borocay, Philippines.
  6. Tauxe RV, Tormey MP, Mascola L, Hargrett-Bean NT, Blake PA. Salmonellosis outbreak on transatlantic flights; foodborne illness on aircraft: 1947–1984. Am J Epidemiol.1987;125:150–7.
  7. Abu-Sbeih A, Fontaine RE. Secondary water-borne hepatitis E outbreak from water storage in a Jordanian town [abstract LB01]. Presented at the TEPHINET 2000 First International Conference, April 17–21, 2000, Ottawa, Kanada.
  8. Dou F, Sun H, Wang ZJ. Dengue outbreak at a fishing port: Guangdong Province, China, 2007. Presented at the International Conference on Emerging Infectious Diseases, March 16–19, 2008, Atlanta, Georgia.
  9. Ko AI, Galvao Reis M, Ribeiro Dourado CM, Johnson WD, Jr., Riley LW. Urban epidemic of severe leptospirosis in Brazil. Salvador Leptospirosis Study Group. 1999;354:820–5.
  10. Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Health Statistics. National Vital Statistics System. Death rates for selected causes by 10-year age groups, race, and sex: death registration states, 1900–32, and United States, 1933–98. https://www.cdc.gov/nchs/nvss/mortality/hist290.htm
  11. National Institutes of Health, National Cancer Institute, Surveillance Epidemiology, and End Results Program. SEER*Explorer. http://seer.cancer.gov/explorer/
  12. Fontaine RE, van Severin M, Houng A. The stratification of malaria in El Salvador using available malaria surveillance data [Abstract 184]. Presented at the XI International Congress for Tropical Medicine and Malaria, September 16–22, 1984, Calgary, Alberta, Kanada.
  13. Tobler W. A computer movie simulating urban growth in the Detroit region. Econ Geogr.1970;46(Suppl):234–40.
  14. Vazquez-Prokopec GM, Kitron U, Montgomery B, Horne P, Ritchie SA. Quantifying the spatial dimension of dengue virus epidemic spread within a tropical urban environment. PLoS Negl Trop Dis.2010;4:e920.
  15. Biggs HM, Behravesh CB, Bradley KK, dkk. Diagnosis and management of tickborne rickettsial diseases: Rocky Mountain spotted fever and other spotted fever group rickettsioses, ehrlichioses, and anaplasmosis—United States. MMWR Recomm Rep.2016;65(No. RR-2):1–44.
  16. Registrar-General. Report on the mortality of cholera in England 1848–49. London, UK: Her Majesty’s Stationery Office; 1852.
  17. Fleiss JC. Statistical methods for rates and proportions. New York: John Wiley & Sons; 1981




Address

Gedung D Lantai 3 - Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI
Jl. Percetakan Negara No.29, RT.23/RW.7, Johar Baru
Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10560

08111690148
2018 © All Rights Reserved by FETP Indonesia.